Jakarta – Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Dalam sila-sila Pancasila termaktub nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang mencakup kebhinekaan, persatuan, dan toleransi. Untuk itu, pengarusutamaan Pancasila harus terus dilakukan untuk memperkuat pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam seluruh lapisan kehidupan bermasyarakat. Itu penting untuk membangun kesadaran bersama tentang pentingnya menghormati perbedaan, menjaga keharmonisan sosial, dan mencegah radikalisme serta terorisme.
Kepala Program Studi Kajian Terorisme, Universitas Indonesia, Muhammad Syauqillah, M.Si, Ph.D, mengatakan pengarusutamaan Pancasila dalam konteks kehidupan bermasyarakat menjadi hal yang urgen dewasa ini. Terlebih Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dari sisi etnis, suku, ras dan agama.
“Karena negara ini besar sekali. Pengarusutamaan Pancasila dalam konteks kehidupan masyarakat menjadi sangat urgen hari ini. Karena kita tidak bisa menafikan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang beragam. Nah yang mempersatukan justru Pancasila itu sendiri,” ujar Syauqillah di Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Ia melanjutkan, karena Indonesia adalah bangsa yang agamis, maka pengarusutamaan nilai Pancasila harus dikembalikan pada pemahaman bahwa tidak ada hal yang kontra atau bertentangan antara sila-silanya terhadap ajaran agama apapun.
“Agama mana yang tidak suka dengan persatuan, kebhinekaan, kemanusiaan yang adil, peradaban dan etika? Nah tentunya dikembalikan lagi pada masyarakat, karena masyarakat inilah yang mempunyai keyakinan, punya agama, punya kepercayaan. Dan Pancasila itu merupakan representasi dari seluruh keyakinan yang ada di Indonesia,” imbuhnya.
Menurut dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) ini, sangatlah tidak valid jika masih ada pernyataan bahwa Pancasila dianggap merupakan biang masalah bangsa yang perlu untuk segera diganti karena tidak relevan dengan ajaran agama.
“Berada di negara ini masih bisa beribadah, bisa menikmati jalan ke sana-sini, bisa menikmati alam Indonesia.Iitu karena Pancasila, karena persatuan. Kita semua memang perlu memformulasikan Pancasila dalam konteks bermasayarakat,” katanya.
Ia menilai pemerintah kedepannya harus bisa lebih tegas dan tajam dalam hal melarang ideologi yang bertentangan dengan Pancasila di negeri ini.
“Negara harus memiliki kekuatan untuk memayungi dengan aturan-aturan atau negara harus berani untuk mengatakan tidak terhadap ideologi-ideologi yang mencoba untuk merong rong Pancasila,” ujar Syauqillah.
Memperingati hari lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni, dirinya menyebut setidaknya ada dua hal yang bisa direfleksikan oleh segenap anak bangsa guna memperkuat komitmen untuk menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan mendorong terciptanya masyarakat yang harmonis, inklusif, dan berkeadilan.
“Pertama, kita harus jadi bangsa yang bersyukur atas nikmat kemerdekaan, persatuan, bangsa yang bersyukur bisa menjalankan ibadah dengan tenang di Indonesia ini sesuai dengan keyakinan masing-masing. Jadilah bangsa yang bersyukur dan menghargai apa yang sudah dilakukan oleh founding fathers kita,” ungkapnya.
Kedua, lanjut Syauqillah, menghormati orang-orang tua yang terdahulu. Menurutnya itu yang harus dilakukan, yakni dengan menghargai jasa para pendahulu, orang-orang tua dan bersyukur atas apa yang kita miliki, apa yang kita nikmati di Indonesia hari ini.
Untuk itu, Penulis Buku Ketahanan Keluarga, Paradoks Radikalisme Dalam Keluarga Indonesia ini berharap pemerintah, lembaga dan badan bersama tokoh agama perlu bekerja sama dalam hal pengarusutamaan kompatibilitas Pancasila dan ajaran agama.
“Bersama-sama kita diberikan dorongan dan dukungan ke tokoh-tokoh agama untuk terus berbicara. Karena kita tahu komponen agama di negara ini sangat vital sekali sejak kemerdekaan. Tetapi ini bukan hanya problem sektoral atau menjadi masalah-masalah sektoral, tapi ini menjadi problem bersama. Semua harus digelorakan,” tutup Syauqillah.