Makassar – Penganut paham radikalisme dan terorisme yang selama ini selalu berupaya menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia (RI) merupakan generasi yang mundur. Penilaian itu disampaikan oleh anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Nasdem Akbar Faisal.
“Seseorang yang memiliki paham ekstrim atau pun radikalisme itu orang-orang yang mundur. Artinya mereka itu telah salah mengartikan apa yang dimaksud radikal. Sebenarnya radikal itu penting asalkan untuk hal-hal yang positif, bukan radikal untuk mencelakai atau merusah sebuah tatanan sebuah negara,” ujar Akbar Faisal pada dialog pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Perguruan Tinggi di Universitas Hasanuddin, Makassar, Rabu (29/7/2015).
Untuk itulah, lanjut Akbar, untuk mencegah dan memberantas paham radikalisme dan terorisme di Indonesia harus dilakukan penguatan wawasan kebangsaan kepada masyarakat. Ia yakin bila wawasan kebangsaan masyarakat Indonesia lebih kuat, paham radikalisme dan terorisme tidak akan bisa masuk ke Bumi Nusantara.
“Wawasan kebangsaan menjadi sangat penting terutama di daerah-daerah yang konflik sosialnya sangat tinggi sehingga perlu pencerahan, terutama untuk generasi muda. Ini harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Apalagi masyarakat Indonesia sendiri sebenarnya adalah tipikal masyarakat yang cinta damai dan menghargai perbedaan,” tutur Akbar.
Akbar menilai, sebenarnya dengan ideologi Pancasila, generasi muda Indonesia sudah memiliki landasan kuat untuk membendung masuknya paham radikalisme tersebut. Bahkan ia menilai bahwa sangat kecil ruang bagi generasi muda Indonesia untuk mengikuti dan memiliki paham yang mengarah pada aksi terorisme tersebut.
“Kecil sekali ruangnya untuk hal tersebut karena orang sekarang ini semakin logis. Karena ini sebenarnya itu orang-orang yang bermasalah dengan dirinya, lalu kemudian menarik dirinya seakan menjadi korban dari sebuah sistem. Sebenarnya yang bermasalah itu adalah dirinya sendiri,” terangnya.
Yang pasti, propaganda radikalisme dan terorisme, terutama yang kini tengah marak dilakukan oleh militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di kalangan generasi muda dan perguruan tinggi menjadi keprihatinan bersama. Apalagi sudah banyak kalangan terdidik, khususnya mahasiswa yang telah terperdaya dengan hasutan dan provokasi untuk bergabung dengan ISIS.
“Paham radikal di masyarakat kian berkembang dan mengancam keutuhan NKRI. Generasi muda termasuk masyarakat kampus telah menjadi target empuk untuk penanaman paham radikalisme. Ini merupakan pekerjaan rumah yang terus-menerus dan menjadi tanggungjawab seluruh komponen bangsa, bukan hanya pemerintah,” papar Akbar.
Menurutnya, penyebab terjadinya aksi terorisme itu sendiri setidaknya disebabkan oleh tiga faktor, yakni faktor domestik, faktor internasional dan juga faktor kultural. “Faktor domestik yakni masalah kemiskinan, ketidakadilan dan kecewa kepada pemerintah menjadi pemicu orang-orang itu bergabung ke kelompok teroris atau ISIS. Lalu faktor internasional dikarenakan ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan serta imperialisme modern negara super power,” katanya.
“Lalu yang terakhir yakni faktor kultural yakni masalah pemahaman sempit tentang kitab suci, terutama Al Quran yang ditafsirkan secara bebas Kitab Suci Agama. Faktor yang terakhir ini yang selama ini sering terjadi dalam tindakan terorisme, mereka selalu mengatasnamakan agama, ini yang selama ini keliru,” tukasnya.