Jakarta – Pengamat intelijen Universitas Indonesia Ridwan Habib meminta masyarakat mewaspadai rekrutmen teroris via media sosial. Peringatan merujuk pada teror di Polsek Daha Selatan, Kalimantan Selatan. Menurut dia, sembilan pelaku teror direkrut via media sosial.
“Ini adalah jaringan baru di Kalimantan Selatan yang mendapat indoktrinasi menggunakan siber, jadi siber tetap ada kaitannya di sini, digital menjadi sarana perekrutan teroris,” kata Ridwan dalam diskusi virtual Rabu (10/6/2020).
Dia memerinci usia pelaku yang baru 20 tahun. Ridwan menyimpulkan terorisme digital mampu menarik minat kaum muda di Indonesia. Karena itu, rekrutmen via media sosial sebagai bagian dari ancaman perang digital (cyber warfare) perlu diwaspadai. Hal tersebut akan menjadi salah satu ancaman bagi pemerintah di tahun-tahun mendatang bila terus dibiarkan.
Sementara itu, Direktur Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Sulistyo menyebut sudah berupaya mengatur dan memperbaiki sistem tata kelola ruang siber saat ini. Tapi perbaikan itu masih membutuhkan waktu yang lama. Karena yang bergerak di dunia digital tak hanya pemerintah Indonesia saja. Ada pemangku kepentingan lain seperti korporasi digital raksasa, pemerintah negara lain, komunitas, dan sebagainya.
“Butuh waktu untuk mengatur keamanan dari ruang siber kita yang enggak seperti membalikkan telapak tangan. Ingat, ruang siber ini bukan hanya ada pemerintah,” ucap Sulistyo.
Namun, Sulistyo meyakini Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri memiliki kemampuan untuk mengupayakan penyelidikan dan penyidikan di ranah digital. Mereka akan melakukan komputer forensik dan digital forensik.