Dunia saat ini tengah mengalami tragedi kemanusiaan terbesar sejak Perang Dunia II akibat terorisme. Tragedi itu berwujud tiga juta pengungsi dari Suriah yang menyeberang ke berbagai negara akibat dari terorisme. Hal ini dikatakan pengamat terorisme dan ISIS, Ikhwanul Kiram Masyhuri, dalam Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Perguruan Tinggi, hari Selasa (22/9), di Universitas Mulawarman, Samarinda.
“Lebih dari tiga juta orang kabur dari negaranya, lebih dari tiga puluh ribu orang tewas dalam perjalanan pengungsian. Ini adalah tragedi kemanusiaan terbesar sejak Perang Dunia II,” ujar Ikhwanul Kiram. “Hal ini disebabkan oleh konflik dan kekacauan yang terjadi di wilayah Timur Tengah, lebih khususnya disebabkan oleh aksi dan paham terorisme yang dilakukan oleh ISIS.”
Pria alumnus Pesantren Gontor ini berharap hal serupa jangan sampai terjadi di Indonesia. “Saya kuliah di Universitas Al Azhar, Mesir, pernah beberapa kali melakukan liputan jurnalistik di wilayah Timur Tengah. Sedikit banyak saya tahu kondisi di sana. Membandingkan dengan kenyataan di Timur Tengah, dengan segala kekurangannya saya menganggap para politikus di Indonesia sebagai negarawan.”
Ikhwanul Kiram menyatakan bahwa banyak perbedaan dan perdebatan dalam politik yang bisa diselesaikan dengan baik di Indonesia. “Di Timur Tengah, perbedaan dan perdebatan politik seperti di negara kita bisa dengan mudah memicu konflik bersenjata.”
Pria yang pernah menjadi wartawan sebuah surat kabar nasional ini menggambarkan kondisi perpolitikan di Timur Tengah yang dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan politik tiap aliran. “Kalau dibandingkan dengan negara kita ini, jauh sekali bedanya. Indonesia ini damai luar biasa. Makanya aneh sekali kalau orang Indonesia ini ada yang kepingin jadi anggota ISIS,” ujar penulis buku ISIS Jihad atau Petualangan ini.
Dialog yang bertujuan untuk mengampanyekan bahaya terorisme dan radikalisme ini merupakan kegiatan yang secara rutin diadakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Acara yang diadakan di Samarinda kali ini diadakan oleh BNPT, bekerja sama dengan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemenristek. Lebih dari 300 peserta dari kalangan dosen, guru, mahasiswa dan siswa menghadiri kegiatan ini.
Rektor Universitas Mulawarman, Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si dalam sambutannya mengapresiasi dialog yang disebutnya penting bagi masyarakat Samarinda ini. “Tak bisa dipungkiri, kalau tidak dicegah dan ditanggulangi, wilayah Samarinda ini pun bisa terjadi ancaman terorisme di tengah warganya,” ungkap Masjaya. “Karenanya dialog-dialog seperti ini membantu untuk menyadarkan masyarakat bahwa ancaman terorisme dan radikalisme itu sangat berbahaya.”