Jakarta – Pengamat Intelijen dan Keamanan Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta, menyebut kelompok teroris mengganti pola pergerakan pasca Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme disahkan. Sejak itu kelompok teror mengandalkan gerakan sel-sel kecil.
“Mereka yang sebelumnya bergerak dalam kelompok besar dalam aksi misal di Kampung Melayu, Thamrin, mereka berubah menajadi sel-sel kecil dalam tingkat keluarga atau individu,” kata Stanislaus dalam diskusi publik ‘Menakar Situasi Polhukam Menjelang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI’ oleh Indonesian Public Institute di Nanami Ramen, Cikini, Jakarta, Selasa, (15/10).
Pergerakan melalui sel kecil ini kata sulit dideteksi. Pergerakan keluarga dan individu relatif aman karena mereka tidak menggunakan alat komunikasi, untuk berkoordinasi. Sehingga jauh lebih aman, dan tak menimbulkan kecurigaan.
Baca juga : Diduga Teroris, Densus 88 Tangkap Penjual Es Dawet di Sukoharjo
Pergerakan lain yang sulit dideteksi adalah aksi yang dilancarkan secara lone wolf atau perseorangan. Ada pula wolf pack yaitu individu yang bertemu dengan pelaku tunggal lain kemudian membentuk kelompok secara spontan.
Pelaku teror, kata Stanislaus akan terus menyesuaikan dengan perkembangan melakukan penindakan hukum.
“Ke depan aksi-aksi ini akan terus berubah beradaptasi dengan sel-sel kecil yakni keluarga dan ini akan sulit untuk terdeteksi. Yang hanya bisa terdeteksi hanya orang terdekatnya,” ucapnya.
Diketahui sebelumnya pelaku serangan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto pada Kamis 10 Oktober 2019 di Menes, Pandeglang, Banten, merupakan pasangan suami istri.
Syahrial Alamsyah alias Abu Rara menyerang Wiranto dengan menusukkan pisau jenis kunai ke perut mantan Panglima ABRI tersebut. Istrinya, Fitri Andriana, turut andil dalam penyerangan tersebut dan menyerang Kapolsek Menes Dariyanto dengan senjata yang sama, yang sebelumnya mereka beli di lapak jualan daring.
Abu Rara terindikasi menjadi bagian dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi, yang dipimpin Fazri Pahlawan alias Abu Zee Ghuroba.