Riau – Pengamat hukum pidana di Universitas Riau, Dr Erdianto Effendy, SH, MHum, mengatakan negara berhak melakukan penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) eks anggota isis untuk pulang ke tanah air demi melindungi warga di dalam negeri.
“Kebijakan menolak WNI yang bergabung dengan ISIS untuk pulang ke Indonesia memang kebijakan di luar hukum pidana, namun itu sah saja karena kewajiban pemerintah melindungi negara dan warga negaranya,” kata Erdianto dalam keterangannya, di Pekanbaru, seperti dikutip Antara, Kamis (27/2).
Pendapat itu disampaikannya terkait dengan penolakan pemerintah terhadap WNI yang bergabung dengan ISIS untuk pulang ke Indonesia. Alasannya, mereka bisa membuat rasa ketakutan bagi 267 juta orang Indonesia. Hal di atas dikenal dengan istilah ‘penangkalan’, dan diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Menurut Erdianto, kebijakan tersebut sudah tepat dan sah dilakukan, karena tentunya sudah berdasarkan kajian mendalam dan wajar jika ada subjektivitas dari pemerintah. Sedangkan dan kebijakan ini bukan sesuatu yang baru, sebab dulu orang-orang keturunan Belanda yang terlibat pemberontakan pernah dilarang pulang.
Kebijakan ini, menurut Erdianto, tidak melanggar HAM sepanjang dilakukan berdasar kajian dan ada dasar hukumnya sehingga pelanggaran HAM-nya akan hapus.
“Apalagi ISIS dapat dikualifikasi sebagai gerakan makar terhadap Pemerintah Irak dan Suriah, karena objeknya bukan Indonesia maka tindakan mereka tidak dapat dikualifikasi sebagai makar menurut hukum pidana Indonesia atau menurut KUHP,” kata Erdianto.
Namun, jika ISIS dikelompokkan sebagai organisasi teroris, menurut Erdianto, maka tindakan anggota ISIS dapat dikualifikasi sebagai pelaku tindak pidana terorisme. “Jika apa yang dilakukan adalah tindak pidana terorisme, mereka dapat dituntut menurut hukum pidana Indonesia, meskipun perbuatannya tidak terjadi di Indonesia,” ujar Erdianto.
“Dalam delik terorisme berlaku asas universal dimana negara mana saja dapat mengadili kejahatan yang dianggap sebagai kejahatan yang bersifat universal. Jadi mantan anggota ISIS dapat diadili baik di Irak maupun Suriah,” tutupnya.