Jakarta – Ancaman terorisme di Indonesia dan beberapa negara, salah satunya Filipina, meningkat selama dunia menghadapi pandemi COVID-19. Hal itu dikatakan pengamat dan peneliti terorisme Noor Huda Ismail saat menjadi narasumber seminar virtual bertajuk Keeping Up the Fight against Terrorism during the COVID-19 Crisis dari lembaga think tank Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), sebagaimana disiarkan langsung via Youtube, Kamis (9/7/2020).
Ia mengatakan adanya pandemi tidak menghilangkan berbagai ancaman terorisme, khususnya terkait dengan isu pemulangan bekas anggota ISIS asal Indonesia di luar negeri dan residivis teroris di dalam negeri.
“Kita masih menghadapi bom waktu terkait kemungkinan pemulangan bekas petempur asal Indonesia yang saat ini berada di kamp pengungsi, begitu juga dengan mobilisasi orang Indonesia di wilayah selatan Filipina, Afghanistan, dan negara lainnya,” terang Noor Huda, pendiri Institute for International Peace Buildng Indonesia.
Ia menjelaskan Indonesia tidak dapat bekerja sendiri untuk mencegah dan menanggulangi ancaman terorisme tersebut, karena para pelakunya membangun jejaring dengan organisasi garis keras dari luar negeri. “Isu ini membutuhkan kerja sama di tingkat kawasan dan dunia,” tambah Noor Huda.
Sementara itu, pengamat terorisme asal Filipina, Rommel C. Banlaoi mengatakan momen pandemi dimanfaatkan sejumlah organisasi garis keras untuk meningkatkan propagandanya serta mencari anggota baru lewat dunia maya.
“Organisasi garis keras itu memanfaatkan kesulitan ekonomi saat pandemi untuk merekrut anggota baru,” terang Rommel, kepala The
Tidak hanya itu, beberapa organisasi garis keras di Filipina juga memanfaatkan situasi pandemi untuk meluncurkan serangan. “Pandemi COVID-19 jelas mempengaruhi kemampuan otoritas penegak hukum (di Filipina, red) karena fokus mereka terpecah antara menegakkan aturan karantina dan melakukan pencegahan serta penanggulangan terorisme,” jelas Rommel.
Setidaknya ada dua kelompok pemberontak yang saat ini dihadapi Filipina, yaitu barisan komunis dan organisasi dari kalangan Muslim.
“Organisasi dari kalangan Muslim ini cukup rumit karena banyak kelompok yang beroperasi, ada yang terafiliasi dengan ISIS, ada yang bukan bagian dari ISIS, ada juga kelompok yang membantu pemerintah menciptakan perdamaian di wilayah konflik,” terang dia.