Pengamalan Pancasila: Memelihara Keberagaman dan Meniadakan Intoleransi

Pengamalan Pancasila: Memelihara Keberagaman dan Meniadakan Intoleransi

Jakarta – Keberagaman menjadi salah satu fondasi utama dalam pengamalan Pancasila, terutama dalam menjaga persatuan bangsa dan mencegah paham radikalisme serta terorisme. Perlu dipahami bahwa keberagaman adalah ruh Pancasila yang harus dijaga dan dipertahankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketua Umum Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) periode 2022-2026, Prof. Dr. Philip Kuntjoro Widjaja, BBA., MBA., CC., CPC., berpendapat bahwa keberagaman adalah kunci dalam menciptakan masyarakat yang adil dan beradab. Serta menjadi kekuatan utama dalam menghadapi ancaman ideologi yang dapat merusak keutuhan bangsa.

Prof. Philip menjelaskan, keberagaman penting sekali dalam pengamalan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara telah diterima secara luas oleh seluruh elemen masyarakat, yang mencakup aspek keadilan sosial, persatuan, dan penghormatan terhadap perbedaan.

“Menghormati dan mengakui perbedaan adalah langkah mendasar dalam membangun masyarakat yang adil. Dalam konteks keadilan sosial, keberagaman menjadi cerminan dari komitmen bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi keadilan bagi seluruh rakyatnya, tanpa memandang suku, agama, atau ras,” ujar Prof. Philip di Jakarta, Sabtu (24/8/2024.

Lebih lanjut, Prof. Philip menekankan bahwa keberagaman tidak boleh dianggap sebagai tantangan, melainkan sebagai kekayaan yang harus dirawat dan dikembangkan. Menurutnya, Keberagaman adalah kekuatan bangsa Indonesia dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

Ia juga menekankan pentingnya pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan potensi beragam dari masyarakat Indonesia, serta memberikan kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk berkembang dan berkontribusi dalam kemajuan bangsa.

Sebagai seorang akademisi yang secara aktif memperhatikan isu toleransi dan keberagaman, Prof. Philip menyampaikan pendapatnya tentang isu pemaksaan penggunaan atribut agama tertentu, seperti dalam pemakaian jilbab pada perempuan yang dipaksakan di lembaga pendidikan tertentu. Juga pelarangan anggota Paskibraka putri mengenakan jilbab yang sempat ramai sebelum peringatan HUT ke-79 RI di IKN.

“Toleransi itu terjadi di tengah-tengah, bukan dari dua pihak yang saling memaksakan kehendak. Ada kalanya pihak pertama yang mengalah, dan ada kalanya pihak kedua yang harus mengalah. Beragama dan berkeyakinan tidak mungkin dilakukan secara sehat jika masing-masing pihak ingin menang sendiri. Karena itu, moderasi dalam beragama adalah kunci untuk menciptakan keharmonisan di tengah keberagaman,” terangnya.

Menurut Prof. Philip, pemerintah perlu proaktif dalam memediasi konflik yang muncul akibat perbedaan pemahaman, serta memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya moderasi dalam beragama. Pemerintah harus adil dalam penegakan hukum dan memberikan pendidikan yang memadai untuk mengurangi potensi konflik. Ia juga menyoroti perlunya komunikasi dan kolaborasi antara tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menciptakan rasa saling menghormati dan menghargai di tengah perbedaan.

Mengenai relevansi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menangkal ideologi transnasional seperti ISIS, Prof. Philip dengan tegas menyatakan bahwa Pancasila adalah pondasi yang kuat untuk melawan berbagai bentuk ideologi radikal.

“Pancasila adalah visi dan pondasi negara yang harus dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penting bagi Pemerintah untuk mendorong masyarakat agar mengamalkan Pancasila melalui pendidikan dan contoh nyata yang bisa diikuti oleh semua elemen masyarakat,” imbuhnya.

Prof. Philip juga menyebut Pancasila sebagai “vaksin kultural” yang dapat membentuk imunitas ideologis bangsa Indonesia. Dirinya berujar, jika nilai-nilai Pancasila diimplementasikan dengan benar, bangsa Indonesia akan memiliki imunitas yang kuat terhadap paham-paham radikal dan intoleransi. Dengan demikian, Pancasila bukan sekadar slogan, tetapi harus menjadi pedoman hidup yang dihayati dan diamalkan dalam setiap aspek kehidupan.

Prof. Philip juga menyampaikan harapannya agar seluruh elemen bangsa, terutama generasi muda, dapat berperan aktif dalam mengamalkan Pancasila. Ia menekankan bahwa mengamalkan Pancasila tidak harus dilakukan dengan hal-hal besar, tetapi bisa dimulai dari tindakan-tindakan kecil yang berdampak positif bagi masyarakat.

Menurutnya, setiap elemen bangsa wajib mengoptimalkan kemampuannya masing-masing. Bagi yang mampu berkontribusi besar, lakukanlah yang besar. Jika saat ini hanya mampu berkontribusi dalam skala yang kecil, tetaplah bergerak dan jangan diam.

“Dengan semangat gotong royong dan pengamalan Pancasila yang nyata, saya yakin bahwa Indonesia akan terus maju dan kuat dalam menghadapi tantangan global. Keberagaman bukanlah hambatan, melainkan kekuatan yang harus dirayakan dan dijaga agar semangat persatuan dan kesatuan bangsa tetap hidup dalam setiap langkah menuju masa depan yang lebih baik,” pungkas Prof. Philip.