Washington – Pengadilan Militer Amerika Serikat memutuskan menunda sidang terhadap seorang warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi tersangka kasus terorisme, Encep Nurjaman alias Hambali, karena alasan pandemi virus corona (Covid-19).
Dikutip The New York Times, Rabu (3/2), persidangan terhadap Hambali dan dua tersangka terorisme lain yang merupakan warga Malaysia, Muhammad Nazir Bin Lep dan Muhammad Farik Bin Amin, seharusnya digelar pada 22 Februari mendatang di kamp Teluk Guantanamo, Kuba.
Akan tetapi, Hakim Kolonel Charles L. Pritchard Jr., yang diberi tugas mengadili perkara itu mengatakan proses peradilan terhadap ketiga tersangka itu di Guantanamo sangat berisiko. Sebab menurut dia, perjalanan yang dilakukan majelis hakim, oditur dan kuasa hukum tersangka sangat berisiko dan merepotkan karena harus menjalani protokol kesehatan.
Sebelum berangkat ke Guantanamo, para perangkat pengadilan militer harus dikarantina terlebih dulu. Setibanya di Guantanamo, mereka juga diwajibkan menjalani karantina selama 14 hari.
“Risiko terhadap kesehatan dan keamanan orang-orang yang terlibat sangat tinggi di masa pandemi Covid-19. Meski pemerintah menyatakan risiko dari Covid-19 minim, tetapi risiko itu tetap ada,” tulis Hakim Pritchard dalam memori pengadilan militer.
Hakim Pritchard memperkirakan perjalanan menuju kamp Guantanamo kemungkinan baru bisa terlaksana sampai musim panas berakhir.
Hambali disebut sebagai otak di balik serangan Bom Bali 2002 dan serangan bom ke Hotel JW Marriot Jakarta pada 2003 yang dibantu oleh dua pengikutnya, Muhammad Nazir bin Lep dan Muhammad Farik Bin Amin. Nazir dan Farik disebut sempat menjalani pelatihan oleh Al-Qaeda.
Kedua serangan bom itu menyebabkan banyak korban jiwa. Bom Bali 2002 menewaskan 202 orang termasuk 88 orang warga Australia. Sedangkan bom JW Marriot menewaskan 12 orang.
Hambali dan kedua pengikutnya itu ditangkap di Bangkok pada 2003. Mereka sempat ditahan di penjara rahasia Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) di Yordania, kemudian dipindahkan ke penjara militer AS di Teluk Guantanamo sejak 2006.
Dia merupakan mantan pemimpin kelompok teroris Jemaah Islamiyah yang aktif di Asia Tenggara.