Penembakan Bondi: Pelaku Didakwa 59 Tuduhan, NSW Perketat Undang-Undang Senjata Api

Penembakan Bondi: Pelaku Didakwa 59 Tuduhan, NSW Perketat Undang-Undang Senjata Api

Sydney — Pihak berwenang Australia mendakwa pelaku penembakan di Pantai Bondi, Sydney, dengan 59 tuduhan, termasuk pembunuhan dan terorisme. Serangan yang terjadi saat perayaan Hanukkah tersebut menewaskan 15 orang.

Dalam pernyataan pada Rabu (17/12/2025), Kepolisian New South Wales (NSW) menyebutkan pelaku berusia 24 tahun, Naveed Akram, masih menjalani perawatan di rumah sakit di bawah pengawasan ketat polisi. Akram ditembak aparat saat insiden berlangsung. Kantor Perdana Menteri Anthony Albanese menyatakan serangan tersebut terinspirasi oleh kelompok ISIS.

Selain dakwaan terorisme dan pembunuhan, Akram juga didakwa atas 40 tuduhan menyebabkan luka berat dengan maksud membunuh. Ayah pelaku, Sajid Akram (50), tewas setelah ditembak polisi di lokasi kejadian.

Kasus ini mendorong pemerintah NSW untuk segera mengesahkan reformasi undang-undang senjata api pada pekan depan. Perdana Menteri NSW Chris Minns mengatakan aturan baru akan mencakup pembatasan jumlah senjata api yang dapat dimiliki individu, klasifikasi ulang jenis senapan, pembatasan magasin dengan sabuk, serta penghapusan mekanisme banding setelah izin senjata api dicabut.

Parlemen NSW dijadwalkan kembali bersidang pada 22–23 Desember guna “memastikan adanya undang-undang yang tegas demi keselamatan publik,” ujar Minns. Ia mengaku khawatir situasi yang mudah memicu konflik dapat mengganggu keharmonisan sosial.

Peristiwa ini terjadi di tengah meningkatnya tekanan terhadap PM Albanese terkait penanganan pemerintahannya atas gelombang antisemitisme yang meningkat dalam dua tahun terakhir.

Mantan Menteri Keuangan Josh Frydenberg, yang keluarganya menjadi korban Holocaust, menyebut tragedi Bondi sebagai “noda terbesar” bagi Australia. Ia mendesak pemerintah federal dan negara bagian untuk mengambil langkah tegas dan mendesak guna mencegah terulangnya serangan teror.

Albanese mengakui masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, namun membela langkah-langkah pemerintahnya, termasuk penunjukan utusan khusus antisemitisme, penguatan hukum terhadap ujaran kebencian dan doxxing, serta pelarangan salam Nazi dan simbol-simbol kebencian.

Penyelidikan juga menemukan bendera ISIS di dalam kendaraan yang terdaftar atas nama salah satu pelaku. Terungkap pula bahwa keduanya sempat bepergian ke Filipina bulan lalu, wilayah yang diketahui memiliki kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan ISIS. Pejabat Filipina menegaskan tidak ada bukti bahwa para pelaku menerima pelatihan terorisme di negaranya. Otoritas Australia menyatakan motif dan tujuan perjalanan tersebut masih dalam tahap penyelidikan.