Jakarta – Pelaku teror bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) . Tak sedikit, anggota JAD bekas anggota ormas yang merasa organisasinya terlalu lembek, sehingga berpindah organisasi.
Peneliti terorisme, Ridlwan Habib mengatakan, pada penangkapan terduga teroris di Bekasi ditemukan atribut dan identitas bekas ormas yang sekarang sudah dilarang. Orang-orang ini biasanya tidak puas dengan organisasi lamanya dan memilih JAD yang secara langsung membolehkan melakukan serangan teror.
“Data pengadilan memang ada 35 mantan anggota ormas yang sekarang dilarang itu yang menjadi anggota JAD, termasuk Zainul Anshori, mantan pengurus di Lamongan, mereka sudah dipenjara. Mereka ingin berjihad dengan kekerasan, dan kelompok JAD menghalalkan itu karena itu mereka pindah ke JAD,” katanya pada wartawan, Kamis (1/4/2021).
Menurutnya, aliran JAD adalah salafi jihadis yang memperbolehkan serangan kepada orang kafir. Latar belakang salafi jihadis memang aliran Wahabi. Meski begitu, tidak semua pengikut Wahabi yang menjadi salafi jihadis, ada juga salafi dakwah yang pro pemerintah.
Adapun soal pihak yang masih menyebutkan terorisme itu rekayasa, Ridlwan meminta polisi menangkapnya karena dinilai sebagai provokator. Pihak yang menyebut bom Makassar rekayasa atau konspirasi harus ditangkap Densus 88 dan diperiksa.
“Sebabnya, provokator itu bisa mempengaruhi penyidikan yang sedang berlangsung,” tuturnya.
Dia menambahkan, di dalam JAD memang ada anggota kelompok teroris yang beroperasi di media sosial. Tujuannya, mengaburkan penyidikan polisi sekaligus membuat masyarakat tidak percaya.
“Karena itu, pihak-pihak yang tidak percaya dan menyebut terorisme adalah rekayasa harus ditangkap dan dicek jangan jangan dia adalah anggota teroris,” kata alumnus S2 Kajian Intelijen UI tersebut.