Jakarta – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, menyatakan bahwa pelaku intoleransi agama artinya melakukan pelanggaran konstitusi negara Indonesia. Romo Benny, sapaan akrabnya, menyayangkan betul maraknya tindakan intoleransi yang terjadi di Indonesia.
“Kejadian penutupan rumah ibadah, larangan beribadah, perwakilan dari Vatikan dilarang hadir dalam upacara di Palembang, dan saat ini yang sedang marak, penutupan patung Bunda Maria. Ini membuat kita bertanya: kemana karakter bhinneka tunggal ika di masyarakat Indonesia?” tanyanya.
Dia menyatakan bahwa bangsa Indonesia seyogyanya adalah bangsa yang menghargai dan menjaga keberagaman.
“Ratusan tahun kita hidup saling memahami dan saling mengerti; kita hidup berdampingan walaupun berbeda suku, bangsa, agama, dan kebudayaan. Tidak ada kesulitan dalam hidup majemuk,” ujar Benny dalam keterangannya, Selasa (28/3).
Salah satu pendiri Setarra Institute ini menyesalkan sikap yang muncul.
“Jadinya seperti berpikiran sempit. Beragama dengan berpikiran sempit. Orang jadi kehilangan rasa manusiawinya. Padahal, beragama secara manusiawi itu, seperti kata Bung Karno, beragama yang berkebudayaan, penuh welas asih, tolong menolong dan memberi. Beragama harusnya membawa berkat bagi semua; agama bukan membuat jarak, menutup dan memaksa orang lain untuk tidak menjalankan kebebasannya beragama.”
Pakar komunikasi politik ini merujuk pada UUD 1945, sebagai konstitusi bangsa dan negara Indonesia.
“UUD 1945 Pasal 29 melindungi kebebasan beragama, dan konstitusi itu kesepakatan kita. Karena kesepakatan, harusnya aparat tidak kalah, tidak ikut terlibat, seperti yang diberitakan dalam berita patung Bunda Maria tersebut. Aparat terlibat, aparat kalah, ini bertentangan dengan konstitusi. Apalagi sudah ada juga peraturan bersama tiga menteri. Orang benar-benar dilindungi dalam hal beribadah sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing,” tuturnya.
“Harusnya konstitusi membuat semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Maka, merawat negara seperti Indonesia, harus menegakkan konstitusi, dan konstitusi menjadi cara berpikir, bertindak, dan bernalar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Orang yang menjalankan nilai ketuhanan artinya menjalankan perintah Tuhan, karena setiap orang yang mencintai sesamanya, artinya dia mencintai Tuhan,” kata Benny.
Salah satu rohaniwan Katolik ini mengajak masyarakat untuk juga ikut bekerja sama menjaga kemajemukan.
“Saatnya publik memberikan edukasi bahwa yang namanya pelarangan orang beribadah itu bertentangan dengan konstitusi. Orang yang melanggar, itu artinya melanggar konstitusi negara kita,” imbuhnya.