Jakarta – Pendidikan perdamaian sebaiknya diajarkan sejak anak usia
dini. Hal ini diperlukan sebagai upaya mempertahankan stabilitas dan
perdamaian dalam kehidupan berdemokrasi.
“Besar harapan kami, proses perdamaian ditanamkan sejak kecil,” ujar
Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah
Mada (UGM) Eric Kaunan MA menilai dalam Diskusi Pojok Bulaksumur
dikutip dari rilis di laman UGM, Sabtu (30/11/2024).
Sasaran utama dari pendidikan perdamain sejak dini adalah para calon
generasi muda. Mereka menurut Eric adalah agen perdamaian di masa
mendatang.
Sebagai negara yang sangat multikultural, potensi konflik dapat muncul
dari mana saja. Sehingga bukan hanya fokus mengembangkan media digital
sebagai sumber konflik, diperlukan pembentukan sumber perdamaian.
Ia mengharapkan bawah tantangan yang ada terkait potensi konflik dapat
melahirkan gagasan dan kebijakan baru yang dapat menguatkan
perdamaian. Salah satu upaya yang disarankannya yakni pendidikan
perdamaian sejak dini.
“Belum ada kurikulum yang menjembatani hal tersebut (pendidikan
perdamaian) pada level sekolah dasar bahkan sampai sekolah menengah.
Ada pun pada jenjang pendidikan tinggi, hanya diajarkan pada beberapa
mata kuliah pilihan saja,” urai Eric.
Pada jenjang pendidikan tinggi materi perdamaian hadir di mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Tetapi seharusnya materi ini bisa
diaplikasikan secara nyata dan tak berakhir di ruang kelas menurut
Eric.
Pengaplikasian secara nyata bisa terwujud dengan adanya peran-peran
tokoh masyarakat. Mereka bisa menghubungan gagasan secara lebih luas
nantinya.
“Setiap orang pun dapat menjadi tokoh, tergantung dengan values apa
yang mereka bangun,” tambahnya lagi.
Sementara itu, Sosiolog Dr Arie Sujito menyebut sebagai bangsa yang
majemuk, Indonesia memiliki ruang yang cukup besar. Ruang ini akan
menjadi titik tumpu demokrasi yang dalam prosesnya akan memuat banyak
konflik.
Tetapi dalam menyelesaikan konflik, seharusnya tidak boleh ada
kekerasan. Terlebih pada saat demonstrasi terjadi.
“Demonstrasi tak seharusnya dijadikan suatu pertentangan namun upaya
untuk menyelesaikan masalah,” katanya.
Menambahkan, Sosiolog sekaligus Peneliti PSKP UGM Drs Lambang Trijono
MA PhD menjelaskan bila ada beberapa penyebab mengapa ada konflik
berkepanjangan di masyarakat, seperti:
Untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan, Lambang memberikan saran
untuk melakukan rekonsiliasi.
“Rekonsiliasi yang dilakukan di zona damai yang netral untuk
menguraikan persepsi-persepsi salah yang ada pada satu sama lain,”
pungkas Lambang.