Pendekatan Humanis Efektif Dorong Reintegrasi Sosial WBP Kasus Terorisme

Palu – Pendekatan humanis yang intensif dalam pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakat (WBP) tindak pidana terorisme sangat efektif
mendorong reintegrasi sosial yang lebih efektif, berkelanjutan, dan
bermakna secara kemasyarakatan.

Komitmen tersebut ditegaskan Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Sulawesi Tengah (Sulteng) dalam
Lokakarya Penguatan Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial bagi Klien
Terorisme yang digelar Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Palu pada
Rabu (21/5) hingga Kamis (22/5) di Aula Bapas Palu.

Kegiatan ini merupakan kolaborasi Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan
bersama Yayasan Penerimaan Internasional dan Accept International
untuk memperkuat dukungan rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi
Klien terorisme yang rentan melalui pendekatan yang mengedepankan
empati, keterlibatan komunitas, dan keadilan restoratif.

Kepala Kanwil Ditjenpas Sulawesi Tengah, Bagus Kurniawan, melalui
Kepala Bidang Pembimbing Kemasyarakatan, M. Nur Amin, menegaskan
penanganan Klien terorisme tidak cukup hanya dengan pendekatan hukum.
“Kami tidak ingin Klien hanya bebas secara fisik, tapi juga pulih
secara sosial. Reintegrasi harus menyentuh aspek kemanusiaan dan
nilai-nilai kebangsaan,” tegasnya.

Dalam kegiatan ini, Kepala Subdirektorat Pendampingan Klien dan Upaya
Keadilan Restoratif, Sigit Budiyanto, mengingatkan seluruh peserta
agar memaksimalkan proses pembelajaran dari lokakarya ini. “Kegiatan
ini dirancang untuk memperkuat pemahaman semua pihak terhadap strategi
pemulihan sosial berbasis keadilan restoratif dan reintegrasi yang
berkelanjutan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Ketua Yayasan Penerimaan Internasional, Laila
Indrianti Fitri. Ia menekankan pentingnya pendekatan lintas budaya dan
sinergi institusional sebagai kunci keberhasilan reintegrasi.

“Memahami nilai-nilai budaya lokal dan menjalin kolaborasi yang kuat
antarlembaga sangat krusial dalam proses ini,” jelas Laila.

Sementara itu, Kepala Bapas Palu, Hasrudin, menilai pendekatan humanis
telah mencakup pembinaan spiritual, pemulihan relasi sosial, hingga
pelatihan keterampilan kerja yang mampu menunjang kehidupan
pascabinaan. Ia juga menyoroti pentingnya dukungan keluarga dan
masyarakat dalam memutus rantai kekambuhan.

“Kita ingin membangun jembatan harapan, bukan sekadar pagar
pengawasan. Klien terorisme juga manusia, mereka butuh ruang untuk
pulih dan diterima kembali,” ucap Hasrudin.

Lokakarya ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis, termasuk
peningkatan sinergi antarinstansi, pelibatan tokoh agama dalam program
deradikalisasi, dan perlunya standar layanan rehabilitasi berbasis
komunitas yang adaptif terhadap kebutuhan Klien. Melalui kegiatan ini,
Kanwil Ditjenpas Sulawesi Tengah kembali menegaskan posisinya sebagai
pelopor reformasi Pemasyarakatan berbasis kemanusiaan dan kolaborasi.