Washington – Mulai memudarnya pengaruh kelompok separatis Islamic State (ISIS) secara global tak membuat kelompok ini bertekuk lutut dan kehilangan akal. Terbaru, demi mengembalikan pengaruh dan pamor kejayaannya, kelompok teroris ini coba menjalani taktik penculikan dan eksekusi kaum sekte minoritas Druze di Suriah.
Sekte Druze adalah komunitas keagamaan dengan aliran kebatinan Qaramithah. Mereka berpegang pada konsep Taqiyyah dan merahasiakan diri dari orang lain yang bukan dari kelompok mereka. Sekte ini muncul dari Islam dan dipengaruhi oleh agama-agama dan filsafat-filsafat lain, termasuk filsafat Yunani. Di Suriah, anggota sekte ini cuma 3% dari populasi penduduk dan jadi minoritas.
Pada 25 Juli lalu, militan ISIS melakukan penculikan sekitar 30 warga Druze di Desa Shabiki, Provinsi As-Suwayda di Suriah Selatan. Penculikan dilakukan ISIS setelah rangkaian aksi teror mereka dengan serangan bom bunuh diri, penembakan dan penusukan di As-Suwayda.
Sepekan setelah penculikan yakni pada 2 Agustus, ISIS mengekspos kekejian mereka dengan menyebar video pemenggalan seorang pemuda Druze yang menjadi sandera.
“Itulah taktik terbaru ISIS untuk mengembalikan pengaruh dan pamor kejayaannya. Di satu pihak, mereka secara terbuka mengaku membunuh orang. Tapi di balik layar mereka melakukan penyanderaan dan punya opsi melakukan pertukaran sandera,” jelas pengamat dari The Tahrir Institute for Middle East Policy (TIMEP) yang berbasis di Washington, Hassan Hassan kepada AFP, Rabu (8/8).
“Seluruh aksi tersebut adalah upaya mereka untuk menghidupkan lagi sel-sel ISIS. Upaya mengumpulkan lagi sumber daya, dan mengisi kembali posisi-posisi kepemimpinan yang kosong dengan orang yang pernah diculik atau dipenjara,” tambahnya.
Taktik menculik warga Druze, kata Hassan, adalah taktik serupa yang dipakai ISIS saat menculik 220 warga Yazidis di Irak dan Suriah timur laut pada 2015. “Ketika itu mereka berhasil melakukan pertukaran sandera dengan tebusan uang jumlah besar. Kini hal serupa coba dilakukan terhadap sandera warga Druze,” jelasnya.
Dikatakan Hassan, saat ini tengah berlangsung perundingan antara ISIS dengan pemerintah Suriah yang berkoordinasi dengan Rusia. Perundingan terkait nasib warga Druze yang diculik dan disandera, di mana separuhnya adalah perempuan.
“Soalnya para pemimpin Druze terus berusaha mempertahankan kesepakatan kesetiaan dengan pemerintah Suriah. Sebagai imbalan kesetiaan mereka, pria Druze dibebaskan dari wajib militer atau tidak dikirim berperang di lokasi yang jauh dari rumah mereka,” beber Hassan.
“Dan ISIS coba merusak hubungan itu dengan tujuan menciptakan pemberontakan agar mereka melawan rezim yang berkuasa.”
“Mereka coba menciptakan situasi anarkis, kemudian muncul perlawanan, dan pada akhirnya bisa kembali berkuasa saat terjadi kekacauan,” pungkas Hassan.