Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Di Hilir Saja

Jakarta – Pencegahan terorisme tidak bisa dilakukan di hilir saja, tetapi juga harus dilakukan dari hulu. Pasalnya, terorisme itu tumbuh dari pemahaman yang salah tentang ideologi dan agama.

“Saya setuju bahwa terorisme tidak bisa ditangani hanya di hilir saja. Untuk itu harus ada sinergi antar berbagai lembaga terkait agar pencegahan terorisme itu bisa berjalan dengan baik,” ujar Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brijen Pol Drs Hamidin saat memberikan paparannya pada acara International Youth Conference on Countering Terorism di Gedung Nusantara V DPR RI, Jakarta, Senin (14/3/2016).

Menurut Hamidin, dalam pencegahan terorisme ada tiga pendekatan yang dilakukan. Pertama penegakan hukum dimana dari tahun 2000 sampai sekarang orang yang terlibat persoalan terorisme sebanyak 1065 orang. Dari jumlah itu yang terpaksa ditembak aparat di TKP sebanyak 99 orang.

“Ini adalah penegakan hukum yang keras oleh negara karena mereka menganut ideologi kematian dalam menjalankan aksinya sehingga aparat harus tegas dan keras menindaknya,” jelasnya.

Cara pertama itu ternyata tidak cukup. Terbukti dalam sejarah penanganan terorisme bangsa Indonesia pernah bingung saat menangani kasus bom Bali. Saat itu, polisi dan TNI bingung karena baru dipisahkan. Solusinya waktu itu Kapolda Papua Irjen Pol Made Mangku Pastika terpaksa diundang untuk menjadi ketua tim penanganan bom Bali.

Dari situ dilakukan pendekatan kolaborasi. Usai bom Bali itu didapati fakta tentang sadisnya aksi terorisme. Bayangkan ada 202 mayat di pinggir jalan. Untuk itu, polisi akhirnya meminta bantuan negara-negara sahabat seperti Filipina, Malaysia, Australia, Jepang, dan lain-lain. Mulai dari sanalah kerjasama pencegahan terorisme itu mulai terjalin sampai sekarang.

Pendekatan ketiga adalah soft approach. Banyak cara yang bisa dilakukan dengan pendekatan ini. Selain dialog, sosialisasi, juga dilakukan interaksi dengan para pelaku teroris dan keluarganya.

“Saya paling banyak berinteraksi dengan pelaku teroris. Seperti Zarkasih, pemimpin Jemaah Islamiyah yang sangat sulit dibelokkan. Apa yang kita lakukan, keluarganya yang tidak diurus, coba kita urus, saat dia menghilang dan membuat teror. Ketika tahu keluarganya kami urus, dia menangis tersedu di kaki ibunya, lalu kemudian mulai lunak dan bertobat. Itu salah satu contoh saja,” jelas Hamidin.