Palu – Pencegahan intoleransi dan radikalisme harus dimulai dari rumah tangga, melalui pembinaan orang tua dan keluarga terhadap anak atau anggota keluarga. Pasalnya, keluarga lingkaran terbawah untuk melakukan deteksi dini penyebaran intoleransi dan radikalisme.
“Rumah tangga atau keluarga adalah tempat pendidikan pertama yang dilalui oleh anak atau anggota keluarga,” ujar Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Profesor Sagaf S Pettalongi di Palu, Kamis (22/12/2022).
Menurutnya, rumah tangga atau keluarga harus mampu memberikan pendidikan, pembinaan atau pengajaran kepada anak dan anggota keluarga tentang moral/akhlak untuk menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
“Bagaimana mengajarkan kepada anak agar menghargai orang lain, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, melalui pendekatan agama maupun pendekatan budaya setempat,” tutur Sagar.
Oleh karena itu, keluarga/orang tua perlu memiliki pemahaman dan wawasan mengenai hal – hal tersebut, sehingga keluarga dapat berperan dalam pembinaan kerukunan.
“Pembinaan dan peningkata kualitas kerukunan, persatuan dan kesatuan dalam kemajemukan, harus dimulai sejak dini, dan rumah tangga menjadi tempat pertama pendidikan tersebut,” ungkapnya.
Di samping itu, Pakar Managemen Pendidikan ini mengatakan, setiap keluarga/orang tua harus bisa mengontrol pergaulan anak atau anggota keluarga. Hal ini sebagai bentuk upaya mencegah anak/anggota keluarga terpapar faham intoleransi dan radikalisme.
Dikatakan, bahwa pendiri bangsa ini telah bekerja keras untuk menyatukan masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang agama, suku dan bahasa, untuk bersatu dalam negara Indonesia.
“Maka tugas kita adalah merawat persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI. Olehnya, jangan mau disusupi oleh faham – faham yang memecah belah persatuan dan kesatuan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, keluarga/rumah tangga perlu diberikan pemahaman untuk peningkatan wawasan mengenai moderasi beragama, dalam rangka menopang peran rumah tangga merawat kerukunan.
Moderasi beragama menjadi pendekatan untuk peningkatan wawasan umat beragama yang diharapkan berdampak pada pemikiran dan sikap moderat, serta upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindari perilaku kekerasan, mencari jalan tengah yang menyatukan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.
Sagaf menguraikan terdapat empat ciri yaitu memiliki komitmen kebangsaan yang kuat, yang ditandai dengan menjunjung tinggi nilai-niai Pancasila dan UUD 1945.
Kemudian, menolak atau anti-kekerasan baik dalam bentuk fisik atau non-fisik. Berikutnya, bersikap toleran yaitu menghormati perbedaan yang ada dan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada penganut agama lain untuk menjalankan perintah agamanya.
Selanjutnya, menerima dan menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan budaya yang dianut oleh masyarakat.