Pontianak – Pencegahan radikalisme hingga terorisme harus melibatkan
seluruh elemen masyarakat melalui strategi pentahelix, yang mencakup
pemerintah, masyarakat, akademisi, media, dan dunia usaha. Dengan
komunikasi yang kuat antar elemen ini, deteksi dini terhadap
paham-paham kekerasan itu akan lebih maksimal.
Hal itu dikatakan Didi Darmadi selaku Ketua Bidang Pengkajian dan
Penelitian Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan
Barat, sebagai kepanjangan tangan Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) Republik Indonesia pada tatap muka bertema Pencegahan
dan Penanggulangan Terorisme, Radikalisme, dan Intoleransi di Ballroom
Meranti Hotel Alimoer, Kubu Raya, Rabu (30/4/2025). Didi menyoroti
pendekatan budaya, edukasi, dan sosial yang dilakukan FKPT untuk
membangun komunitas yang tangguh terhadap ancaman radikalisme dan
terorisme.
“FKPT Kalbar telah melaksanakan berbagai program preventif, seperti
kegiatan “Kenduri” (Kenali dan Peduli Lingkungan Sendiri), festival
musik untuk membangun nasionalisme di kalangan pemuda, serta
pemberdayaan perempuan dan anak untuk menciptakan perdamaian. Program
“Smart Bangsaku, Bersatu Indonesiaku” di Kota Singkawang, dengan
melibatkan pelajar, guru, dan organisasi masyarakat dalam dialog dan
edukasi tentang bahaya radikalisme,” paparnya.
Didi juga menekankan, pentingnya penelitian sebagai sistem peringatan
dini (early warning system) untuk mendeteksi potensi radikalisme. FKPT
Kalbar melakukan telah penelitian Indeks Potensi Radikalisme (IPR) dan
Indeks Risiko Terorisme (IRT), yang menjangkau masyarakat hingga
tingkat RT/RW, tokoh agama, pemerintah, dan aparat keamanan dan
pertahanan.
“Kami memetakan aktivitas masyarakat dari sikap, tindakan, dan
pemahaman hingga pelosok desa. Penelitian ini membantu kami
mengidentifikasi gejala awal radikalisme dan terorisme dimasyarakat
dan memberikan rekomendasi kepada pihak berwenang, seperti Densus 88
dan juga BNPT,” ungkapnya.
Didi menyebutkan bahwa FKPT bekerjasama dengan berbagai lembaga untuk
menyebarluaskan hasil penelitian melalui media sosial, jurnal, dan
website FKPT Center. Ia mengajak masyarakat untuk melaporkan aktivitas
mencurigakan langsung ke FKPT, sebagaimana dibahas dalam Rakernas BNPT
pada 22-24 April 2025.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Direktorat Binmas Polda Kalimantan Barat
yang dihadiri oleh perwakilan Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia
(IPARI), organisasi masyarakat, mahasiswa, dan tokoh agama, dengan
tujuan memperkuat nilai kebangsaan untuk menjaga keutuhan NKRI.
Menanggapi pertanyaan peserta tentang maraknya konten radikal di media
sosial seperti TikTok dan Snack Video, Didi menegaskan perlunya
edukasi kepada generasi muda sebagai kelompok rentan. Ia menyoroti
program FKPT yang melibatkan anak muda melalui kegiatan kreatif,
seperti festival musik dan dialog dengan tokoh seperti eks-napiter,
untuk memberikan pemahaman tentang bahaya radikalisme.
“Tradisi lokal seperti kenduri, tahlilan, atau selamatan adalah
potensi budaya yang memperkuat daya tahan masyarakat terhadap
radikalisme. Kita harus memanfaatkan kearifan lokal ini untuk
membangun dan menjaga ketenangan dan kedamaian dimasyarakat,” katanya.
Oleh karenanya, pentingnya peran tokoh masyarakat dan penyuluh agama
dalam menyebarkan nilai-nilai positif. Ia mengutip motto “khairunnas
anfa’uhum linnas” (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat
bagi orang lain) sebagai semangat FKPT untuk memberikan teladan agar
selalu bermanfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat, agama dan NKRI.