Pencegahan dan Deteksi Dini, Aparat Kelurahan di Sleman Diberikan Penguatan Deteksi Dini Radikalisme

Sleman — Dalam upaya memperkuat ketahanan masyarakat terhadap ancaman radikalisme dan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar diseminasi buku saku deteksi dan pencegahan dini di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 30–31 Juli 2025. Kegiatan ini menyasar para aparatur pemerintah di tingkat kalurahan, dengan fokus pada peran tiga pilar kewilayahan: lurah, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas.

“Kesiapan tiga pilar di level desa sangat krusial dalam mengidentifikasi potensi ancaman sejak dini, karena mereka adalah garda terdepan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat,” ujar Brigjen Pol. Wawan Ridwan, Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, di sela kegiatan, Kamis (31/7).

Menurutnya, radikalisme tidak lagi menyebar secara konvensional. Pola penyebarannya kini jauh lebih halus dan kompleks, menyasar organisasi legal serta kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak. Propaganda banyak tersebar melalui media sosial dalam bentuk narasi, e-book, hingga video pendek yang menanamkan ideologi kekerasan.

“Radikalisasi sekarang berlangsung di bawah permukaan, melalui saluran yang kasat mata. Oleh karena itu, penanganannya tidak bisa biasa-biasa saja. Harus terstruktur, kolaboratif, dan berbasis data,” jelas Wawan.

Ia menambahkan, meskipun beberapa kelompok seperti Jamaah Islamiyah sudah menyatakan bubar, jaringan radikal lain seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan NII masih aktif bergerak, bahkan terus beradaptasi dengan strategi baru.

Data dari Densus 88 AT Polri menunjukkan bahwa posisi Indonesia dalam Global Terrorism Index 2025 berada di peringkat ke-30 dari 163 negara—sebuah posisi yang menunjukkan dampak terorisme di Indonesia masih tergolong signifikan. Meski demikian, aksi terorisme secara umum mengalami penurunan, terutama berkat upaya pencegahan dan penegakan hukum yang lebih intensif.

Namun, ada kecenderungan peningkatan potensi radikalisme. AKBP Johanes Budi Moses Harahap dari Densus 88 mencatat bahwa indeks potensi radikalisme naik dari 10 persen pada 2022 menjadi 11,7 persen di 2023. Ia juga mengungkapkan bahwa generasi muda, khususnya milenial, termasuk kelompok paling rentan terpapar paham radikal—dengan angka mencapai 85 persen—disusul oleh kalangan perempuan.

“Media sosial tetap menjadi saluran utama penyebaran ideologi radikal. Di situlah narasi ekstrem disisipkan dan dibungkus dalam format yang mudah dikonsumsi,” ujarnya.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Sleman, Samsul Bakri, menyebut bahwa ancaman radikalisme bukan hal asing di wilayahnya. Dari total 52 warga DIY yang telah ditangkap karena terlibat jaringan terorisme, 19 di antaranya berasal dari Kabupaten Sleman.

“Ini jadi pengingat bahwa daerah yang terlihat tenang pun tidak lepas dari potensi terpapar ideologi kekerasan. Maka perlu antisipasi kuat di tingkat akar rumput,” tegasnya.

Melalui kegiatan diseminasi ini, diharapkan aparatur di tingkat desa lebih siap secara mental dan teknis untuk menjadi barikade pertama dalam upaya pencegahan radikalisme. Bukan hanya sebagai penegak regulasi, tapi juga sebagai agen perdamaian di tengah masyarakat.