Bogor – Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso meminta pemerintah dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melakukan pendekatan dan pelibatan semua pihak dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan terorisme. Salah satunya yaitu melibatkan pemerintah daerah.
Menurutnya, pemerintah daerah dalam hal ini Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) harus proaktif melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak, baik unsur pemerintah daerah maupun masyarakat.
“Hal ini penting dalam upaya merumuskan, merencanakan, dan melaksanakan berbagai kebijakan terkait pencegahan, penanggulangan, rehabilitasi, dan reintegrasi yang partisipatoris, kolaboratif, dan sinergis,” Kata Sugeng Teguh Santoso dalam paparannya saat menjadi narasumber dalam acara Dialog Kebangsaan Forum Pesantren dan Majelis Jawa Barat Selatan dengan Tema Ancaman Bibit Radikalisme dj Tahun Politik, di Ponpes Sirojul Huda, Kota Bogor, Kamis (9/2).
Lebih lanjut Teguh mengatakan, sebagai badan yang dibentuk negara, BNPT mendapat mandat untuk melakukan desain pencegahan, deradikalisasi, dan kesiapsiagaan nasional untuk mengantisipasi seseorang atau kelompok yang terpapar ideologi ekstremisme kekerasan. Deradikalisasi dalam kegiatannya merupakan usaha meliputi usaha pencegahan, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial pelaku terorisme dalam kembali hidup di tengah masyarakat.
“Salah satu contoh upaya deradikalisasi, rehabilitasi, dan reintegrasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, di antaranya penerbitan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat Nomor 339 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Pencegahan Terorisme, Radikalisme dan Separatisme di Daerah Provinsi Jawa Barat. SK tersebut secara khusus menunjuk tim personalia untuk pencegahan terorisme di Jawa Barat,”
Dalam forum yang dihadiri para Santri, Pimpinan Pondok Pesantren, OKP dan Ormas Kota Bogor, Teguh menegaskan, aksi pelarangan melakukan ibadah terhadap kelompok minoritas yang kerap terjadi di Indonesia merupakan salah satu bukti bahwa bibit-bibit intoleran di lingkungan masyarakat.
“Salah satu bibit-bibit tumbuhnya radikalisme adanya sikap-sikap intoleran yang muncul di masyarakat,” ungkap Teguh.
Berkaitan dengan potensi munculnya kelompok radikal jelang Pemilu 2024, Teguh mengatakan bahwa setiap tahun politik kelompok radikal itu selalu ada. Menurutnya, kelompok-kelompok radikal akan mencari peluang untuk menitipkan kepentingan-kepentingan politiknya kepada pihak tertentu.
Sehingga, lanjut Sugeng, hal ini yang harus dicermati bahwa kepentingan politik itu mungkin tidak menjadi nyata atau terwujud, tetapi bisa ditumpangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menjadi satu momentumnya terjadinya instabilitas.
“Ancaman radikalisme ini tentu pasti ada, tetapi tidak akan begitu pengaruh dan yang harus dicermati yakni tentang terorismenya,” imbuhnya.