Jakarta – Persoalan penanganan konflik sosial dan penanggulangan terorisme masuk dalam agenda prioritas nasional. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.
Berbagai aspek perencanaan pembangunan sudah ditetapkan, salah satu prioritas nasional yang ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024 adalah Stabilitas Polhukankam dan Transformasi Pelayanan Publik.
Dalam rangka koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melakukan Rapat Koordinasi (Rakor) dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk memahami kebijakan, program, dan sasaran penanganan konflik sosial dan penanggulangan terorisme untuk periode 2020-2024.
Deputi Bidang Koordinasi Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana Kemenko PMK Dody Usodo memberikan arahan terkait isu-isu penting yang perlu diperhatikan oleh Kementerian/Lembaga terkait penanganan konflik dan penanggulangan terorisme dalam jangka lima tahun mendatang.
Dia mengatakan ada tiga isu yang disampaikan untuk penanganan konflik dan penanggulangan terorisme: Pertama, Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (P3AKS); Kedua, penguatan fungsi keluarga dalam upaya kontra radikalisasi.
“Ketiga, kami akan terus berupaya untuk mengoperasionalkan kembali Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) yang pernah kita miliki, sebagai sumber data dalam perencanaan dan evaluasi penanganan konflik sosial,” terang Dody dalam keterangan resminya Rabu (4/3).
Selain itu, dia menjelaskan persoalan konflik sosial dan terorisme adalah persoalan lintas kementerian/lembaga.
Saat ini pemerintah sudah membentuk satuan tugas untuk menangani persoalan konflik dan terorisme.
Pemerintah sudah memiliki Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial yang difasilitasi Kemendagri dan Tim Sinergitas 36 Kementerian/Lembaga, yang difasilitasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme(BNPT) untuk penanggulangan terorisme.
Meskipun sudah ada tim yang mewadahi, masih banyak tantangan yang dihadapi pemerintah.
Direktur Pertahanan dan Keamanan – Kementerian PPN/Bappenas R.M Dewo Broto Joko menyampaikan ada lima kebutuhan penanganan terorisme, yakni: Peningkatan kemampuan rehabilitasi sosial kepada pekerja sosial terhadap mantan narapidana terorisme. Pembinaan kepada guru/tokoh masyarakat yang memiliki paham radikal, Pembuatan SOP penanganan Returnees FTF (foreign terrorist fighters).
“Selain itu, pembuatan SOP pelayanan khusus untuk napi teroris anak dan perempuan, serta penguatan SDM di wilayah perbatasan dan rawan terorisme,” tambahnya.
Selanjutnya, Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas Wariki Sutikno menyampaikan pemulihan pasca konflik di Indonesia masih belum berjalan dengan baik.
Menurutnya, masih perlu penguatan program-program yang akan dilakukan dalam penanganan pasca konflik. Dia menilai pendekatan yang perlu dikedepankan adalah penanganan konflik secara humanis.