Solo – Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa mengemukakan rencana
Pemerintah Kota Solo menyusun peraturan daerah (perda) tentang
toleransi tahun ini. Hal itu dilakukan setelah turunnya peringkat Kota
Solo sebagai kota paling toleran di Indonesia.
Peringkat kota toleran se-Indonesia tersebut dirilis oleh Setara
Institute dalam laporan Indeks Kota Toleran (IKT). Dari IKT yang
dirilis tersebut, Kota Solo pada 2022 berada di peringkat ke-4, tapi
pada tahun 2023 merosot ke peringkat ke-10.
Teguh menyatakan turunnya peringkat tersebut bukan berarti Kota Solo
tidak toleran. Hal itu menurutnya lantaran memang belum ada regulasi
yang mengatur.
“Peringkat turun dari semula di peringkat ke-4 besar ke peringkat
ke-10 besar. Tapi itu bukan berarti kita tidak atau kurang toleran
tapi karena regulasinya memang belum ada,” ujar Teguh saat menghadiri
acara dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional yang bertajuk Ngobrol
Bareng Wisata Solo, Menyala Abangku, di Pura Mangkunegaran Solo, Jawa
Tengah, Senin (4/3).
Dia mengatakan berkaitan dengan peringkat kota paling toleran itu
terlihat dari beberapa kota ada yang naik peringkat. Menurutnya, belum
diketahui secara pasti yang menjadi faktor pendongkrak peringkat
tersebut.
“Jadi ada beberapa kota yang naik ke (peringkat,) 5, 6,7, langsung
naik. Sementara kita ini yang sudah puluhan tahun berkegiatan,
misalnya di depan Balai Kota Solo ada (hiasan atau ornamen) Natal,
menyambut Ramadan, perayaan Waisak, ada semua. Sedangkan mereka hanya
menempel perwali (peraturan wali kota) saja sudah dianggap,” katanya.
Untuk itu, Teguh mengatakan tahun ini Pemkot Solo akan menyusun perda
mengenai toleransi. Menurutnya, penting untuk membuat regulasi tentang
toleransi tersebut dan bukan hanya dalam bentuk perwali agar regulasi
itu dapat tetap dilaksanakan meskipun Solo nantinya sudah berganti
pemimpin daerah.
“Kami akan susun regulasinya dalam bentuk perda, bukan hanya perwali.
Jadi nanti Pemkot akan susun bersama DPRD. Sebab kalau hanya perwali,
begitu wali kotanya ganti, hilang, repot nanti. Kalau perda kan
(aturan) tidak bisa diganti semena-mena,” ucap dia.