Sukoharjo – Pemerintah Kabupaten Sukoharjo menggelar sosialisasi untuk menangkal radikalisme dan terorisme di Pendopo GSP Pemkab Sukoharjo, Selasa (4/12) pagi. Acara ini dihadiri ribuan warga Sukoharjo dari berbagai elemen masyarakat.
Pengisi acara pada seminar ini adalah mantan polisi sekaligus mantan narapidana terorisme, Sofyan Tsauri. Sofyan menceritakan kisah awal mula dia bisa terjerumus dalam kelompok terorisme.
“Kesalahan saya dulu ketika ada pemikiran nasional yang tidak NKRI ditolak pemerintah, sehingga saya cari di internet tentang khilafah dan jihad.”
“Banyak tulisan-tulisan tersebut berasal dari kelompok yang lebih ekstrim dan pemerintah tidak antisipasi hal itu,” terang Sofyan.
Baca juga : IPW Apresiasi Sikap Mahasiswa Mendeklarasikan Pilpres 2019 Damai
Sofyan lalu masuk dalam kelompok intoleran, dengan ideologi jahat yang mengajak membenci orang-orang diluar kelompok mereka.
Sofyan juga menceritakan bagaimana dirinya tersadar dan mulai memahami jika yang dia lakukan itu salah.
“Ketika saya dipenjara, di dalam penjara ada banyak sekali kelompok-kelompok, sampai sholat saja mereka pilih sholat sendiri tidak mau sholat berjamaah di masjid, lalu saya sadar ada pelanggaran syariat di sini, oh ini mungkin yang dinamakan doktrinasi,” terangnya.
Ia mengatakan saat ini mahasiswa tengah menjadi target perekrutan teroris di Indonesia. Modusnya, sangat beragam misal mengadakan diskusi ke-Islaman yang memuat konten Islam radikal sampai cuci otak (brainwash).
“Jangan karena ikut mengaji atau daurah sebulan dua bulan lantas berani berfatwa,” kata Sofyan yang sempat menjalani kurungan penjara selama enam tahun ini.
Sofyan juga memberi ciri-ciri kelompok radikal yang ada di masyarakat.
“Identifikasinya jika lihat ada saudara muslim gak pernah ke masjid dan mengajak untuk membenci, nah itu ajaran radikal,” kata Sofyan.
Sofyan berpesan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk lebih meningkatkan toleransi dan menerima kekurangan orang lain.