Pemerintah dan Masyarakat Perlu Kerjasama Untuk Pacu Keberhasilan
Reintegrasi Sosial Eks Napiter

Semarang – Kembalinya eks narapidana terorisme (napiter) di tengah
masyarakat pasca menjalani masa pidana tentu bukan merupakan soal
mudah. Berbagai problem administratif, psikologis, sosial, ekonomi,
acap kali ditemui oleh klien eks-napiter saat menjalani Reintegrasi
Sosial di masyarakat.

Melihat fenomena tersebut, pemerintah dan masyarakat perlu bekerja
sama untuk memacu keberhasilan Reintergasi Sosial klien eks-napiter
sehingga dapat menekan potensi klien untuk kembali bergabung dalam
jaringan yang mengancam ketahanan negara. Kompleksitas permasalahan
Reintegrasi Sosial yang ada tentunya memerlukan sinergi yang apik
antar pemangku kepentingan.

Atas dasar itu, Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah melalui Bapas Kelas I
Surakarta menggandeng jajaran organisasi internasional menggelar
kegiatan bertajuk “Lokakarya Penguatan Kerjasama Antar Lembaga dalam
Reintegrasi Sosial Klien Tindak Pidana Terorisme” di Hotel Aruss,
Semarang, Rabu (11/10/2023).

Adapun terlaksananya kegiatan ini merupakan kerjasama dengan
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Obat-Obatan Terlarang dan
Kejahatan atau United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah, Tejo Harwanto,
mengatakan banyak tantangan bagi klien Bapas yang merupakan mantan
narapidana terorisme untuk bergabung kembali ke masyarakat. Perlu
strategi yang disiapkan secara khusus saat mereka nanti hendak kembali
ke masyarakat.

“Berbagai tantangan dan persoalan yang kompleks, mulai permasalahan
stigmatisasi masyarakat, masalah psikososial, hingga ekonomi. Semua
harus dihadapi dalam penanganan eks-napiter,” ujarnya.

Melihat kompleksitas permasalahan tersebut, lanjut Tejo, pemahaman
yang mendalam mengenai teknik rehabilitasi dan reintegrasi sosial
eks-napiter menjadi suatu kemampuan yang harus dimiliki Pembimbing
Kemasyarakatan (PK).

Tejo juga menegaskan, selain dari jajaran Kemenkumham, dibutuhkan juga
dukungan dari aparat penegak hukum (APH), stakeholder terkait dan
masyarakat, agar dapat mereduksi paham keras tersebut.

“Harapannya usai mengikuti kegiatan ini, peserta memahami mengenai
akar penyebab terorisme, mengidentifikasi tantangan yang dihadapi usai
pelepasan napiter,” tuturnya.

“Kemudian peserta mampu mempelajari strategi rehabilitasi dan
reintegrasi berbasis gender, stigma, hingga mendiskusikan keberhasilan
dan kegagalan reintegrasi eks-napiter di masyarakat,” pungkas Tejo.

Hadir dalam kegiatan ini Kepala Bapas Surakarta Susana Tri Agustin,
Jajaran Ditjen Pemasyarakatan, Densus 88 Anti Teror, BNPT, MUI,
Kesbangpol Jateng, Baznas, dan Disdukcapil Surakarta.