Pemerintah Belanda Nilai Indonesia Pengalaman Dalam Penanganan Terorisme

Jakarta – Pemerintah Kerajaan Belanda yang diwakili Duta Besar (Dubes) Belanda yang ada di Indonesia, Mr. Rob Swartbol menemui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, untuk membicarakan permasalahan fonomena kejahatan terorisme baik di Belanda dan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Indonesia dinilai banyak pengalaman dalam penanganan terorisme

“Dubes Belanda datang kesini untuk sharing informasi mengenai terorisme. Mereka apresiasi sekali dengan Indonesia. Mereka banyak belajar dari Indonesia karena bagaimanapun dimata mereka kita punya banyak pengalaman dalam masalah penanganan terorisme,” ujar Komjen Pol. Suhardi Alius di kantor perwakilan BNPT di salah satu Gedung Kementerian di Jakarta, Jumat (18/11/2016).

Namun demikian dijelaskan Kepala BNPT, bukan berarti di Belanda sendiri selama ini tidak bayak masalah, meski dari populasi jumlah penduduk negara belanda yang sedikit, tapi ada 200 lebih Foreign Terrorist Fighters (FTF) yang ada dari Belanda menuju Suriah.

“Dari jumah 200 an itu, katanya ada sekitar 40-an sekian sudah kembali negara ke Belanda. Dan itu tentunya juga menjadi masalah baru bagi pemerintah Belanda itu sendiri,” ujar mantan Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Sestama Lemhanas) dan Kabareskrim Polri ini.

Dubes Belanda juga menceritakan kondisi terorisme di Belanda termasuk fonomena adanya gadis-gadis muda yang terpengaruh. “Bukan hanya imigran saja, tapi juga ada bulenya yang terpegaruh, jadi ini menjadi perhatian betul oleh pemerintah belanda. Maka dari itu mereka tanya ke kita bagaimana Indonesia selama ini mengatasinya,” ujarnya

Lebih lanjut pria yang pernah menjadi Kapolda Jawa Barat dan Kepala Divisi Humas Polri  ini mengatakan bahwa secara statistik negeri Belanda sebenarnya kecil dari sisi pelakunya, namun pemerintah Belanda ingin mencoba belajar untuk mencegah bahaya terorisme..

“Unuk itu mereka mengapresiasi dan mengharapkan kerjasama  yang lebih baik dan ditingkatkan lagi. Mereka siap berkontribusi, dalam artian capacity building dan sebagainya. Intinya dari kedua belah pihak bisa saling berbagi,” ujar alumni Akpol tahun 1985 ini

Kepala BNPT juga mengatakan bahwa kedatangan Dubes Belanda itu juga untuk mengkonfirmasi kesiapan penandatangana MoU antara BNPT dengan National Coordinator Terrorismebestrijding en Veiligheid  (NCTV/Badan Anti Teror pemerintah Belanda) yang rencananya akan digelar pada minggu depan yang bersamaan dengan kedatangan Perdana Menteri Belanda ke Indonesia

“Namun Kepala NCTV (Mr. Dick Scoof)  yang direncanakan hadir bersama Perdana Menteri Belanda berhalangan hadir dikarenakan ada pertemuan mendesak dengan pihak parlemen Belanda,” ujarnya menjelaskan

Disamping itu kedatangan Dubes Belanda itu juga menyampaikan usulan/revisi dari materi MoU dari pihak Belanda yang harus kami sesuaikan dengan kebutuhan kita. “Namanya MoU itu kan harus saling menguntungkan, saling melihat apa keperluan dan urgensi dari hubungan itu. Jadi perlu kita perbaiki, untuk nantinya diteruskan  melalui Kemenlu,” ujar pria kelahiran Jakarta 10 mei 1962 ini.

Sementara itu  Direktur Bilateral pada Kedeputian III BNPT, Brigjen Pol. Budiono Sandi, yang turut mendampingi Kepala BNPT dalam pertemuan tersebut mengatakan bahwa kedatangan Dubes Belanda tersebut juga untuk menindaklanjuti kunjungan Kepala Bidang Politik Kedubes Belanda di Jakarta ke kantor BNPT di Sentul  pada tanggal 19 Januari 2016 lalu, yang membahas peningkatan kerja sama serta potensi kerja sama antara BNPT dengan Belanda. Bahkan delegassi BNPT dibawah pimpinan Deputi III BNPT bidang Kerja Sama Internasional BNPT, Irjen Pol. DR. Petrus R. Golose, telah berkunjung ke Den Haag, Belanda, pada tanggal 24 – 25 Maret 2016.

“Intinya pihak NCTV menyampaikan bahwa Belanda menghadapi permasalahan yang sama dengan Indonesia terkait dengan masalah returnees dari Suriah ke Belanda. Hingga saat ini pemerintah Belanda mengalami kendala terkait dengan pasal hukum yang akan dikenakan pada mereka yang telah kembali dari Suriah ke Belanda,” ujar Brigjen Budiono Sandi.

Dikatakannya, pemerintah dan aparat keamanan Belanda hanya melakukan upaya interogasi terhadap mereka setibanya mereka di Belanda tetapi tidak dapat melakukan penahanan terlalu lama (maksimal 2 hari penahanan).

“Kecuali dari hasil interogasi tersebut didapatkan fakta bahwa mereka akan melakukan ancaman yang signifikan. Dan Pemerintah Belanda sendiri juga meningkatkan kewaspadaan sejak terjadinya serangan teror bom di Brussels, Belgia. Belanda dan Begia sendiri berbatasan langsung,” ujarnya yang dalam kesemptan tersebut juga didamping Kasubdit Kerjasama wilayah Amerika dan Eropa, Wandi Adrianto Syamsu.

Terkait rencana kunjungan PM Belanda ke Indonesia yang rencananya juga akan meninjau fasilitas pelatihan anti teror yang ada di Indonesia. “Dalam kunjungan PM Belanda nanti rencananya mereka juga ingin meninjau JCLEC (Jakarta Center For Law Enforcement Cooperation) yang ada di Semarang,” ujarnya mengakhiri.