Yogyakarta – Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang bersifat lintas negara, terorganisasi dan mempunyai jaringan luas, sehingga aksi dan serangannnya dapat mengancam keamanan nasional. Selain itu, terorisme merupakan ancaman serius yang setiap saat dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara, serta kepentingan nasional.
Hal tersebut diungkapkan Kolonel Mar. Purwanto Djoko selaku Kasubdit Pengamanan Obyek Vital, Transportasi dan VVIP pada Direktorat Perlindungan Kedeputian I dalam pengantarnya saat memulai acara Focus Group Discussion (FGD) untuk merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) Sistem Keamanan Obyek Vital Ketenagalistrikan dalam menghadapi ancaman terorisme. FGD itu digelar di Hotel Grage Yogyakarta, Kamis (11/8/2016).
“Oleh karena itu pemerintah Indonesia melalui BNPT ini menganggap segera perlu adanya penanganan secara terpusat, terpadu dan terkoordinasi dengan membuat SOP yang saat ini kita fokuskan kepada obyek vital di instalasi ketenagalistrikan. Dan masukan dari steakholder tentunya sangat kami harapkan,” ujar Kolonel Mar. Purwanto Djoko.
Pria yang dalam karir militernya dibesarkan di pasukan khusus Intai Para Amfibi Korps Marinir TNI-AL ini menjelaskan bahwa sejarah terorisme di Indonesia sendiri tekah beberapa kali berubah bentuk, dimulai dari DI/ TII Karto Suwiryo dan Aceh.
“Penanggulangannya pada saat itu diatasi dengan cara represif karena masih dinyatakan pemberontakan. Setelah orde baru, terorisme di Indonesia berubah afiliasi sesuai dengan organisasi dan tokoh yang muncul, mulai dari Al Qaeda kemudian saat ini menjadi berafiliasi kepada ISIS,” ujarnya.
Perwira menengah peraih Adhi Makayasa pada Matra Laut tahun 1992 ini menjelaskan bahwa aksi terorisme di Indonesia sendiri.telah mengalami penurunan signifikan setelah dibentuknya BNPT pada tahun 2010 silam.
“Karena setelah orde baru, jaringan intelijen sendiri sebenarnyasudah sangat kuat sehingga mampu mendeteksi semua gangguan keamanan. Dan penanggulangan terorisme sendiri dilakukan dengan dua cara yakni menggunakan hard approach dan soft approach berupa pencegahan dan deradikalisasi,” ujar pria yang pernah mengenyam pendidikan All Arms Comando Course di Inggris dan Over Seas Joint Warfare Course di Australia ini menjelaskan.
Untuk itu pembuatan SOP melibatkan instansi terkait ini menurutnya sebagai bentuk antisipasi apabila terjadi di tempat obyek vital ketenagalistrikan tersebut. Sebelum draft SOP tersebut jadi, BNPT sendiri telah melaksanakan penyusunan database pada tahun 2014 lalu sebagai bentuk observasi dan pencarian data.
“Datanya ya tentang sistem keamanan, kerawanan dan kerjasama yang telah dilakukan dengan masyarakat serta TNI/ Polri. Dilanjutkan dengan Rakor kemudian FGD. Perspektifnya adalah mencari masukan dan saran. Perspektif SOP adalah hubungan antar kelembagaan tanpa bermaksud menghilangkan dan mengganggu SOP internal yang telah dimiliki,” ujarnya..
Dikatakannya, maksud dari disusunnya SOP Sistem Keamanan Obyek Vital Ketenagalistrikan ini sebagai pedoman bagi para pelaksana di lapangan yang berkaitan dengan penanganan ancaman dan serangan teroris di lokasi Instalasi ketenagalistrikan dalam menghadapi ancaman dan serangan teroris.
“Sehingga nantinya SOP ini kalau sudah jadi memiliki tujuan untuk memudahkan para petugas di lapangan dalam memahami tugas dan tanggungjawab dalam pelaksanaan pengamanan di lokasi Instalasi ketenagalistrikan dalam menghadapi ancaman terorisme,” ujar pria kelahiran Banyuwangi, 2 Agustus 1970 ini menjelaskan.
Karena dokumen SOP ini berisi tindakan-tindakan spesifik yang dapat diambil pihak terkait dan aparat keamanan untuk meminimalisasi kemungkinan serangan teror, termasuk dampak kerusakan sekiranya aksi teror tersebut terjadi.