Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Raden Muhammad Syafi’i mengatakan, pembentukan badan pengawas pemberantasan terorisme baru bisa dilakukan setelah ada peraturan DPR yang mengatur hal tersebut. Peraturan dimaksud juga merupakan amanah dari UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang beberapa waktu lalu disahkan.
Hal ini dijelaskannya saat menerima audiensi Tim Pengacara Muslim (TPM) dan Pusat Edukasi, Rehabilitasi dan Advokasi (Perisai) bersama keluarga terduga teroris di gedung DPR, Senin (22/10).
Mereka melaporkan dugaan pelanggaran HAM terhadap terduga teroris, dan juga napi terorisme pascaditerbitkannya Undang-undang Terorisme yang baru.
Diungkapkan Syafi’i, pihaknya akan melakukan investigasi atas laporan tersebut. Jika benar, maka proses penangkapan, penahanan, dan penyidikan terorisme yang dilakukan aparatur negara sudah menyimpang dari hukum.
Mantan Ketua Pansus RUU Terorisme itu menegaskan undang-undang baru mengamanatkan pembentukan badan pengawas. “Kita sepakat dalam UU yang sudah kita susun itu ada norma badan pengawas yang terdiri dari gabungan Komisi III dan Komisi I, paling lama setahun setelah UU ini disahkan,” ungkapnya.
Romo, sapaan Muhammad Syafi’i, mengungkapkan saat ini rancangan peraturan DPR yang menjadi amanah UU Nomor 5 Tahun 2018 sedang disusun. Menurutnya, peraturan itu akan disahkan dalam waktu dekat.
“Supaya apa yang dilakukan aparat di lapangan day per day kita awasi, karena dia aparat negara menggunakan uang negara, menegakkan hukum negara, dan dia pantas diawasi,” ujar politisi Gerindra.
Romo pun mengungkapkan bahwa pihak DPR juga meminta laporan lengkap dan tertulis terkait dugaan pelanggaran HAM maupun penyelewengan terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme.
“Karena ada ketakutan dari keluarga korban, nanti jika keluarga korban melaporkan, nanti makin disiksa. Makin terbuka penyimpangan, kami membutuhkan itu,” tutupnya.