Pelibatan Masyrakat Menjadi Faktor Keberhasilan Penanggulangan Terorisme

Jakarta – Sinergitas seluruh komponen bangsa menjadi salah satu faktor penting untuk mencapai keberhasilan dalam menanggulangi terorisme. Karena negara melalui aparat pemerintah tidak bisa sendirian dalam memerangi, menindak, dan mencegah terorisme. Sehingga butuh keterlibatan semua pihak dalam melakukan upaya tersebut.
 
Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, dalam sambutannya saat membuka Rapat Kerja Nasional Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (Rakernas FKPT) yang berlangsung di Lagoon Garden, Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (21/2/2017) malam.
 
“Pada konteks inilah, FKPT yang ada di daerah, merupakan bentuk kongkret sinergi dan kerjasama, sekaligus silaturahmi yang kuat antara pemerintah melalui jajarannya dengan elemen masyarakat, tokoh agama, tokoh adat budaya, tokoh masyarakat, tokoh media massa, tokoh pemuda dan perempuan, serta tokoh pendidikan, di seluruh Indonesia,” ujar Komjen Suhardi Alius.
 
Faktor keberhasilan kedua dalam memerangi radikalisme dan terorisme menurut Kepala BNPT adalah penguatan nilai-nilai lokal mencegah paham radikal.  Nilai-nilai budaya dan kearifan lokal merupakan penguat solidaritas dan kohesifitas masyarakat. 
 
“Dan masyarakat Indonesia yang majemuk ini, pada umumnya merupakan mayoritas umat beragama dengan pandangan yang moderat, yang tentunya menjunjung tinggi nilai toleransi, kerukunan dan juga perdamaian,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini..
 
Lebih lanjut alumni Akpol tahun 1985 kelahiran Jalarta 10 Mei 1962 ini mengatakan bahwa kekuatan nilai lokal ini banyak bertumpu pada keterlibatan masyarakat itu sendiri baik dari tokoh adat, tokoh agama, dan juga tokoh masyarakat.
 
“Karena itulah kami sebagai pemerintah patut dan mesti memberikan porsi besar pelibatan para tokoh tersebut sebagai garda depan dalam menyelesaikan persoalan lokal termasuk persoalan radikalisme dan terorisme,” ujarnya.
 
Dalam kesempatan tersebut Kepala BNPT menceritakan bahwa aksi terorisme senantiasa telah mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak masa Orde Lama, hingga masa Reformasi, aktifitas kelompok teroris dengan aksi dan ancaman kekerasannya kerap menjadi hantu yang menakutkan bagi kedamaian masyarakat dan kedaulatan bangsa ini.
 
“Tidak ada strategi tunggal, karena kelompok teror selalu bergerak dinamis mengadaptasi perubahan lingkungan strategis baik lokal, nasional, maupun global,” kata mantan Kapolda Jawa Barat ini.
 
Mantan Kadiv Humas Polri ini mengatakan, berbagai kebijakan yang diambil oleh negara dalam pengalaman menanggulangi terorisme telah menyadarkan kita bersama bahwa terorisme bukan persoalan pelaku, jaringan, sasaran, dan aksi brutalnya saja.
 
“Terorisme adalah persoalan ideologi, keyakinan, dan pemahaman yang keliru tentang cita-cita yang tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa, Pancasila. Karena itulah, peluru tajam, penangkapan, dan penegakan hukum dirasa bukan jalan tunggal yang dapat memutus aktifitas terorisme di Indonesia,” kata mantan Wakapolda Metro Jaya ini.
 
Menurutnya, BNPT yang lahir pada tahun 2010 dalam rangka melengkapi kebijakan dan strategi nasional penanggulangan terorisme telah mengkombinasikan pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan lunak (soft approach).
 
“Dan pendekatan lunak yang BNPT lakukan terbagi dalam dua program. Pertama, program deradikalisasi yakni pembinaan terhadap narapidana terorisme, mantan narapidana terorisme, keluarganya, dan jaringannya baik di Dalam Lapas maupun di Luar Lapas,” ujar mantan Sekretaris Utama Lembahas RI ini.
 
Lalu pendekatan lunak yang kedua yakni dengan program kontra radikalisasi yakni pelibatan seluruh komponen bangsa dalam menangkal pengaruh paham radikal terorisme di tengah lingkungan masyarakat.
 
“Dan FKPT inilah merupakan bagian dari strategi kontra radikalisasi dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat adat dan budaya, tokoh media massa, tokoh pemuda dan perempuan, serta tokoh pendidikan, sebagai mitra strategis dalam membentengi masyarakat dari pengaruh paham radikal terorisme,” kata pria berpengalaman menjadi Sespri sebanyak empat Kapolri ini.
 
Karena itulah Rakernas FKPT menurutya merupakan momentum yang tepat untuk merekatkan kebersamaan dan solidaritas dalam melawan berbagai bentuk ancaman kekerasan yang dapat menggangu kedamaian masyarakat dan kedaulatan negara. Sehingga seluruh pengurus FKPT senantiasa dapat meningkatkan ketahanan diri dari pengaruh paham radikal terorisme seraya membangun deteksi dini melalui kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
 
“Terorisme bisa terjadi di mana pun dan kapan pun secara tak terduga. Para pelaku juga merupakan bagian dari masyarakat yang setiap saat ada dan bisa jadi mendiami di lingkungan sekitar kita. Untuk itulah kami berharap FKPT ini bisa menjadi kekuatan dan modal besar untuk membendung paham radikal yang dapat menjerumuskan masyarakat pada aksi kekerasan dan terorisme,” ujar mantan Kapolres Metro Jakarta Barat dan Depok ini mengakhiri.
 
Seperti diketahui, Rakernas FKPT yang digelar hingga Jumat (24/7/2017) mendatang ini dihadiri 288 orang dari seluruh pengurus FKPT yang ada di 32 provinsi. Dimana masing-masing provinsi terdiri dari sembilan orang pengurus yang terbagi menjadi Ketua, Sekretaris, Bendahara, 5 ketua bidang pemberdayaan dan staf administrasi.
Rakernas FKPT 2017