Pelaku Penembakan Masjid Christchurch Ternyata Miliki Lisensi Senjata

Christchurch – Kepolisian Selandia Baru melakukan sejumlah kesalahan saat mengeluarkan izin senjata api kepada pelaku penembakan dua masjid di Kota Christchurch pada pertengahan Maret tahun lalu. Seorang sumber menyebut pelaku teroris 15 Maret 2019 ini lolos uji dan mendapatkan izinnya.

Pelaku yang mengaku bersalah atas penembakan massal terburuk Selandia Baru pada Maret tahun lalu ini, tidak diperiksa dengan benar oleh staf penyelidik polisi ketika dia mengajukan permohonan lisensi senjata api pada 2017.

“Polisi keliru memberi izin penggunaan senjata api kepada pelaku teroris 15 Maret itu,” kata seorang sumber yang tak mau disebutkan namanya, sebagaimana dikutip Stuff, Selasa (16/6).

Brenton Tarrant, yang sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Christchurch, menembak jamaah dua masjid yaitu Masjid Al Noor dan Masjid Linwood pada 15 Maret 2020. Sebanyak 51 orang tewas akibat aksi brutal nya itu.

Tarrant mengaku bersalah atas tindakan brutalnya itu, yang merupakan peristiwa penembakan massal terparah dalam sejarah Selandia Baru.

Di antara kesalahan-kesalahan yang ada, Polisi juga tidak mewawancarai anggota keluarga pelaku seperti yang diharuskan. Malah, polisi mengandalkan keterangan dua pria yang bertemu dengan teroris ini lewat ruang obrol di Internet Keduanya adalah seorang ayah dan putranya di Cambridge.

Lalu, kesalahan ini dibiarkan saja dan polisi mengeluarkan izin senjata api. Ini membuat Tarrant bisa menumpuk senjata api semi-otomatis, yang kemudian digunakan untuk membunuh 51 orang.

“Masalah ini sebenarnya bisa dihindari. Jika polisi menangani sejumlah isu terkait pengelolaan senjata api bertahun-tahun lalu. Ini seharusnya bisa dihindari,” kata sumber dari kepolisian baik polisi aktif dan mantan polisi kepada Stuff.

Masalah ini bersifat sistemik karena petugas polisi yang memeriksa aplikasi izin senjata api merasa kewalahan akibat banyaknya pengajuan izin.

Baru baru ini, Parlemen Selandia Baru baru saja menyetujui undang-undang reformasi senjata pada pekan ini. Sebelumnya, mereka telah melarang penjualan senjata api semi-otomatis setelah serangan teroris itu.