Marawi – Guna memeroleh stategi penanganan terorisme yang lebih efektif dan menyeluruh, perwakilan Kementerian Pertahanan Indonesia dan Malaysia secara khusus pada Kamis (13/9) bersama-sama menyambangi Markas Brigade 103 Infanteri (Haribon) Angkatan Bersenjata Filipina di Marawi, Mindanao, Filipina, untuk memelajarinya.
Materi pembelajaran mencakup strategi operasi hingga teknis di lapangan yang diterapkan untuk penanganan terorisme dan pelakunya secara menyeluruh, sampai kepada penanganan kepada dampak psikologisnya bagi masyarakat.
“Kita perlu bekerja sama dan memelajari bersama penanganannya,” ucap Kepala Badan Diklat Kementerian Pertahanan RI, Mayjen TNI Ida Bagus Purwalaksana kepada Antara, Kamis (13/9).
Sementara itu, Menteri Pertahanan Malaysia Mohammad Bin Sabu mengatakan pemberantasan terorisme tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan militeristik.
Pendekatan militeristik hanya cocok memberantas para teroris, bukan terorisme. Pemberantasan terorisme membutuhkan penyadaran yang mampu menghapus ideologi keras ini.
“Semisal beberapa ajaran dalam agama yang disalahpahami. Dalam Islam ada ajaran jihad dan mati syahid, yang dianggap membenarkan aksi-aksi keras teroris. Pemahaman ini yang harus menjadi sasaran kita untuk diluruskan, dikalahkan. Ini penting,” katanya.
Komando Militer Mindanao Wilayah Barat, Letjen Arnel B Dela Vega turut menambahkan bahwa penanganan terorisme perlu dilakukan bersama-sama.
“Tidak mungkin terorisme hanya dihadapi oleh militer. Butuh kerja sama semua pihak,” ujarnya.
Seperti diketahui, kelompok teroris yang berafiliasi ke ISIS, Abu Sayyaf menguasai Pulau Mindanao bagian selatan. Kelompok ini menculik ratusan orang Filipina dan orang asing sejak awal 1990-an, demi mendapatkan uang tebusan. Selain itu, kelompok ini juga diketahui mendirikan sebuah kekhalifan Islam untuk ISIS di wilayah selatan Filipina.