Pelajaran Yang Tersisa Dari Amannya Perayaan Natal

Hiruk pikuk perayaan natal memang telah berlalu, sebagian besar masyarakat juga telah mengalihkan perhatian untuk menyongsong perayaan malam tahun baru. Namun begitu, perayaan Natal yang berlangsung beberapa waktu lalu menyisakan sejumlah kisah penting yang perlu selalu diingat dan dijadikan pembelajaran di hari-hari mendatang, terutama terkait dengan riuhnya pemikiran dan aksi-aksi penuh kebencian menjelang Natal yang ternyata sudah kehabisan taji bahkan sebelum perayaan dimulai.

Hal ini tentu menyisakan sejumlah fakta menarik yang terlalu sayang untuk tidak dikulik, terutama tentang mentahnya ajakan-ajakan permusuhan yang ditebar baik di dunia maya maupun dunia nyata. Aksi-aksi tidak simpatik sejumlah kelompok yang mengatasnamakan agama nyaris tidak bergema seperti di tahun-tahun sebelumnya. Hal ini semakin menegaskan bahwa masyarakat kita sudah semakin cerdas, sehingga tidak mudah tergerus oleh isu-isu tidak waras. Kampanye-kampanye negatif yang dilempar di dunia maya juga tidak panjang umurnya, masyarakat sepertinya sudah jengah dengan postingan-postingan murah yang ujung-ujungnya hanya membuat susah.

Berdasarkan pantauan dan pengamatan yang dilakukan tim Pusat Media Damai (PMD) terhadap menurunnnya sentimentasi respon masyarakat terhadap ajakan-ajakan melakukan tindakan radikal, ditemukan setidaknya tiga faktor utama yang membuat pemikiran dan aksi radikal kehabisan taji, tiga hal tersebut adalah:

  1. Kampanye Positif Marak Digalakkan

Jika di tahun-tahun sebelumnya kampanye negatif ramai beredar terutama di dunia maya, maka tahun ini ‘masa jaya’ kampanye itu telah habis. Berbagai kegiatan positif yang ditujukan untuk memberikan informasi yang benar terhadap masyarakat, khususnya terkait dengan radikalisme dan terorisme, sangat marak digalakkan. Kegiatan yang dikemas dalam bentuk workshop dan diskusi publik saja misalnya, terjadi hampir setiap minggu di hampir seluruh wilayah di Indonesia.

Kegiatan ini pun menyasar hampir seluruh elemen masyarakat mulai dari pelajar, mahasiswa, pejabat, hingga masyarakat umum. Salah satu bukti nyata dari maraknya kegiatan di atas dapat dilihat dari hadirnya FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) di 32 Provinsi, hanya minus Papua dan Papua Barat, yang akan segera disambangi di awal tahun depan.

Sementara di dunia maya, kita juga disuguhi dengan hadirnya berbagai jenis situs-situs online yang memuat konten-konten positif. Situs-situs tersebut jelas merupakan oase bagi keringnya konten positif dan konstruktif –terutama terkait dengan agama—di dunia maya. munculnya situs-situs positif tersebut sekaligus berfungsi untuk meremukkan situs-situs yang selama ini keranjingan menebar kebencian dan permusuhan.

Sebagai catatan, situs-situs negatif itu tetap aktif melakukan posting, namun respon masyarakat terhadap postingan tersebut menurun drastis. Hal ini terlihat jelas dari menurunya tingkat keterbacaan dan share rating terhadap postingan yang dilakukan oleh situs-situs yang dimaksud.

Para pengguna sosial media juga terlihat semakin berhati-hati dan selektif dalam membagikan tautan (link) sebuah postingan, sehingga beberapa tautan-tautan negatif mengalami sepi pengunjung, dan ajakan untuk berbuat onar pun menjadi buntung terkatung-katung.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa upaya membangun kesadaran masyarakat untuk tetap bersikap santun dan terbuka untuk berdialog mulai menunjukkan hasil yang bagus. Masyarakat tidak lagi mudah terprovokasi dengan isu-isu basi yang terus-menerus direproduksi. Jika hal ini dapat terus dijaga, Indonesia akan segera menunjukkan wajah aslinya, yang damai dan sejahtera.

  1. Merespon Dengan Humor

Di tahun-tahun sebelumnya, humor sesungguhnya telah seringkali digunakan untuk melawan radikalisme. Gus Dur misalnya, memiliki segudang guyonan-guyonan khas yang mampu merubah benci menjadi tawa bahagia. Pun demikian dengan kyai-kyai kampung yang selalu memiliki bahan guyonan yang mampu mengajak masyarakat untuk berani mentertawakan diri sendiri. Perjalanan waktu juga yang membuktikan betapa humor mampu meredam segala potensi buruk, tentu humor yang diaksud adalah humor cerdas, yang mampu mengajak kita tertawa lepas tanpa perlu melewati batas.

Belakangan, di dunia maya juga ramai dijumpai humor yang digunakan untuk menangkal radikalisme. Humor tersebut ditampilkan dalam berbagai bentuk, mulai meme, vine, maupun sindiran-sindiran lucu yang menyedak hulu. Contoh terbaru adalah munculnya humor “Pak Haram” untuk menangkal klaim hukum haram bagi muslim mengucapkan selamat natal.

Munculnya jawaban ini tentu memecahkan kebekuan yang sebelumnya sempat tercipta, apalagi tidak lama setelah kemunculannya, ormas-ormas Islam termasuk PBNU mengeluarkan ucapan selamat Natal dan Tahun baru bagi yang merayakan. Sehingga masyarakat menjadi kembali tercerahkan dan tidak lagi mempermasalahkan perayaan Natal.

Jauh sebelum isu haram mengucapkan selamat natal beredar, telah muncul berbagai situs di dunia maya yang fokus merespon masalah-masalah pelik dengan guyonan-guyonan cerdik. Hal ini tentu tidak bermaksud untuk menjadikan agama sebagai bahan guyonan, namun lebih dari itu, guyonan/humor merupakan cara untuk melihat persoalan-persoalan agama dari perspektif lain; tidak selalu harus bersungut-sungut, tetapi juga tersenyum sambil manggut-manggut. Efektifnya humor ini hingga memunculkan ujaran berikut; “Mereka yang radikal adalah orang-orang yang sudah lupa cara tertawa terpingkal”

  1. Sigapnya Respon Pemerintah

Hal lain yang juga memainkan peranan penting dalam meredam ujaran-ujaran kebencian namun kerap luput dari perhatian adalah sikap tegas pemerintah dalam menanggulangi radikalisme dan terorisme. Melalui BNPT (Badan Nasional Pencegahan Terorisme) saja misalnya, pemerintah bukan saja telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi radikalisme dan terorisme melalui pendekatan keras dan halus (hard approach and soft approach), dimana pada hard approach pemerintah lebih menekankan pada sisi penegakan hukum, dan pada soft approach pemerintah menekankan pada sisi pencegahan melalui berbagai pelatihan dan penyajian informasi yang benar, tetapi pemerintah juga telah melakukan penanggulangan dengan smart approach, dimana masyarakat didorong untuk selalu bersikap cerdas dalam merespon berbagai persoalan, termasuk persoalan terkait isu-isu keagamaan.

Apa yang dilakukan pemerintah saat ini masih akan terus dikembangkan di tahun-tahun mendatang. Salah satunya dengan meningkatkan kerjasama dan sinergi baik antar lembaga negara maupun dengan unsur masyarakat, sehingga kedepan radikalisme dipastikan tidak akan mendapat tempat di tengah masyarakat.

Tiga poin di atas begitu menonjol terutama di akhir tahun ini, efektifitasnya pun begitu terasa hingga menjelang tahun berganti. Semoga hal itu dapat terus dijaga dan dikembangkan agar perdamaian dan kesejahteraan dapat selalu diwujudkan. Anjloknya respon masyarakat terhadap isu-isu radikalisme merupakan keberhasilan bersama, masyarakat telah berhasil melawan ajakan-ajakan permusahan dan penghancuran, sehingga masyrakat dapat terus bersatu padu sebagai sebuah bangsa yang besar.