New York — Kepala enanggulangan terorisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Vladimir Voronkov memperingatkan kemungkinan teroris mengeksploitasi pandemi Covid-19. Momen ini menarik kelompok ekstremis kekerasan bermotif rasial, etnis, dan politik.
Berbicara pada peringatan 20 tahun Dewan Keamanan (DK), Voronkov menyebut selama dua dekade terakhir ancaman terorisme terus berlanjut, berkembang, dan menyebar. Terlebih dengan munculnya Covid-19, teroris telah berusaha untuk mengeksploitasi dengan memanfaatkan puncak gelombang polarisasi dan ujaran kebencian yang diperkuat oleh pandemi.
Voronkov menyatakan teroris dengan cepat beradaptasi untuk mengeksploitasi dunia maya dan teknologi baru. Mereka menghubungkan dengan tokoh kejahatan terorganisir dan menemukan kesenjangan regulasi, manusia, dan teknis di negara-negara.
“Taktik mereka menarik bagi kelompok-kelompok baru di seluruh spektrum ideologis, termasuk kelompok ekstremis brutal yang bermotivasi rasial, etnis, dan politik,” kata Voronkov.
Alqaeda, menurut Voronkov, yang bertanggung jawab atas serangan 9/11 yang menewaskan hampir 3.000 orang dari 90 negara, masih terbukti tangguh meskipun kehilangan banyak pemimpin. Kelompok ekstremis ISIS yang kehilangan kekhalifahan di Irak dan Suriah, masih melakukan serangan di kedua negara dan berusaha menyusun kembali kemampuan operasi eksternal.
Asisten Sekretaris Jenderal PBB Michele Coninsx menyebut adopsi DK resolusi anti-terorisme yang disponsori Amerika Serikat (AS) pada 28 September 2001. Resolusi tersebut memerintahkan semua negara untuk mengkriminalisasi pendanaan aksi teroris dan melarang perekrutan, perjalanan, dan tempat berlindung yang aman bagi siapa pun yang terlibat.
“Momen penting di mana dewan dan komunitas internasional mengakui parahnya ancaman yang ditimbulkan oleh terorisme transnasional,” ujar Coninsx.
Coninsx juga membentuk Komite Kontra-Terorisme untuk memantau implementasi resolusi. Dia mengepalai Direktorat Eksekutif yang didirikan pada 2004 untuk menilai 193 negara anggota PBB menerapkan langkah-langkah kontra-terorisme, merekomendasikan cara-cara untuk mengatasi kesenjangan, memfasilitasi bantuan teknis, dan menganalisis tren kontra-terorisme.
Dalam beberapa tahun terakhir, menurut Coninsx, afiliasi ISIS telah muncul di banyak tempat, termasuk Asia Selatan, Asia Tenggara, dan beberapa wilayah Afrika – Sahel, Danau Chad Basin, dan selatan dan timur benua itu.
“Penyebaran terorisme sayap kanan yang ekstrem juga menjadi penyebab meningkatnya keprihatinan,” katanya merujuk pada kekerasan yang bermotif ras dan etnis.