Mogadishu – Jutaan Dollar AS mengalir melalui institusi keuangan swasta dari pundi-pundi perang al-Shabab. Militan bersenjata yang sejak lama meneror Somalia dan Tanduk Afrika itu dilaporkan berinvestasi di beragam unit usaha dan properti, menurut studi teranyar PBB.
“Al-Shabab masih memiliki posisi keuangan yang tangguh dan menghasilkan surplus anggaran yang signifikan, yang sebagiannya diinvestasikan ke dalam pembelian properti dan unit usaha di Mogadishu,” tulis anggota panel sanksi PBB untuk Somalia, sebagaimana dikutip dw.com, Kamis (15/10).
Panel khusus itu bertugas mengawasi pemberlakuan embargo senjata terhadap Somalia.
Kiprah al-Shabab di kawasan Tanduk Afrika dikenal brutal. Kelompok itu berulangkali melancarkan serangan yang menewaskan warga sipil, baik di Kenya atau Uganda. Awal tahun 2020, tiga serdadu AS tewas dibunuh gerilyawan al-Shabab dalam serangan terhadap sebuah markas militer di Kenya.
Laporan PBB mencatat kelompok itu saat ini mengelola sejumlah unit usaha kecil dan menengah, antara lain di pasar Bakara di Mogadishu yang menjual semua jenis barang, makanan hingga senjata api.
Setidaknya dua akun di Salaam Somali Bank digunakan untuk mengalirkan perputaran uang bisnis al-Shabab. Pihak manajemen bank menyesalkan laporan PBB yang tidak memberikan informasi detail terkait kedua akun tersebut. Namun PBB menegaskan tidak menemukan pelanggaran apapun dari pihak bank.
“Tidak ada bukti bahwa Salaam membuka akun untuk individu atau entiti yang dikenakan sanksi,” demikian pernyataan pers PBB. Namun demikian Pusat Aduan Transaksi Keuangan Somalia menyatakan bakal membuka penyelidikan terkait dugaan pembiayaan delik terorisme kepada Salaam Bank.
Setidaknya USD 1,7 juta dipindahkan melalui salah satu akun dalam kurun waktu sepuluh pekan hingga pertengahan Juli silam. Laporan itu mencatat akun tersebut dibuat untuk menerima zakat.
Al-Shabab, dengan kekuatan tempurnya yang berjumlah 5.000 gerilyawan, saat ini menguasai kota dan desa di selatan Somalia. Namun begitu kelompok ini tetap mengerahkan mata-mata dan pembunuh bayaran untuk beroperasi di seluruh penjuru negeri.
Diperkirakan, al-Shabab menganggarkan belanja perang sebesar USD 21 juta tahun lalu, dengan hampir seperempat di antaranya digunakan buat dinas rahasia.
Organisasi yang lahir pada 2006 itu juga mengelola lembaga peradilannya sendiri. Seorang pengusaha Somalia mengaku kepada tim penyelidik PBB, dirinya pernah dipanggil Pengadilan Syariah dan diminta membayar zakat senilai lebih dari USD 100 ribu berdasarkan nilai usahanya.