Damaskus – Sisa-sisa anggota kelompok radikal ISIS saat ini dilaporkan sudah berada di garis pertahanan terakhir mereka tidak jauh dari Sungai Eufrat, Suriah. Namun, Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin oleh etnis Kurdi dibantu Amerika Serikat kesulitan menaklukkan mereka karena terdapat anak-anak dan istri para militan ISIS di lokasi itu.
Menurut juru bicara SDF, Mustafa Bali, basis pertahanan terakhir ISIS berada sekitar lima sampai enam kilometer dari Sungai Eufrat. Dia mengaku tidak bisa menggempur dengan seluruh kekuatan karena khawatir jatuh korban dari para istri dan anak-anak anggota ISIS, dan memilih mengubah taktik dengan serangan terukur.
“Ada ribuan keluarga anggota ISIS di sana. Kalau perang sudah usai, mereka dianggap warga sipil. Kami tidak bisa menyerbu seluruh kawasan itu dan malah membahayakan nyawa anak-anak itu,” kata Mustafa, seperti dikutip Reuters, Jumat (1/2).
SDF dibantu 2000 pasukan AS memang sudah bersiap menghabisi sisa-sisa militan ISIS di sebelah timur Suriah. Diperkirakan ada sekitar 10 ribu pengungsi yang merupakan keluarga petempur ISIS di sana dalam keadaan kekurangan makanan.
Mustafa menyatakan menolak upaya dialog dari ISIS, yang menyatakan akan angkat kaki dari sana dan meminta supaya mereka tidak diserang. Sebab, dia menyatakan ISIS tetap membahayakan setelah beberapa waktu lalu melakukan serangan bom yang menewaskan dua pasukan AS.
Di sisi lain, keruntuhan ISIS justru menguntungkan kelompok bersenjata pesaing mereka, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) atau Komite Pembebasan Syam. Organisasi pecahan dengan Al-Qaeda itu mulai melebarkan sayap dengan menguasai lebih dari 20 kota kecil dan desa di sebelah utara Suriah, yang diperkirakan setara dengan luas Libanon.
Kelompok HTS mulai bergeliat lagi selepas rencana Presiden AS, Donald Trump, untuk menarik seluruh pasukannya di Suriah. Meski mengaku sudah putus hubungan dengan Al-Qaeda, tetapi mereka dianggap masih tetap terhubung dengan jejaring organisasi itu di seluruh dunia.
Menurut pakar politik Timur Tengah di London School of Economics, Prof. Fawaz Gerges, gelagat kebangkitan sel Al-Qaeda itu bisa memperpanjang masa perang dan krisis kemanusiaan di Suriah. Sebab, hal itu bisa menjadi pembenaran untuk Presiden Bashar al-Assad menyerang kelompok itu.
“Bisa jadi akan terulang lagi pertempuran berdarah seperti di Aleppo,” kata Gerges.
Meski sudah pisah jalan dari Al-Qaeda, tetapi sejumlah petempur organisasi itu masih bergabung dengan HTS. Mereka kini menguasai wilayah seluas 9,900 kilometer, atau sekitar lima persen dari wilayah Suriah.
Ada sekitar tiga juta warga sipil tinggal di sana, yang kebanyakan juga pengungsi dari daerah lain di Suriah yang dilanda perang.
Sejumlah kelompok bersenjata di Suriah bahkan menyatakan takluk dan menyerahkan wilayah kekuasaan mereka kepada HTS. Mereka adalah grup Nour el-Din el-Zinki, Ahrar al-Sham, Thuwar al-Sham, Bayareq al-Islam, hingga Jaysh al-Ahrar.