Raqqa – Pasukan Udara Khusus Inggris, Special Air Service (SAS), disiagakan untuk misi “tangkap atau bunuh”, menyusul aksi kabur massal ratusan militan asing ISIS dari kamp penahanan Ayn Issa di dekat Raqqa, Suriah utara.
Sekitar 859 tahanan asing yang berafiliasi dengan ISIS dilaporkan telah melarikan diri dari kamp penahanan Ain Issa, dekat Raqqa, di tengah serangan yang dilancarkan Turki terhadap milisi Kurdi di Suriah.
Pasukan SAS Inggris kini siaga untuk menargetkan penjara di utara Suriah yang menjadi tempat penahanan anggota ISIS.
“Ekstremis Inggris telah ditahan di penjara-penjara di Suriah utara. Sisa-sisa tentara ISIS kini sedang menunggu untuk melarikan diri dan kembali ke medan pertempuran atau ke negara asal mereka,” kata sebuah sumber kepada The Daily Star.
Baca juga: Ratusan Tahanan Militan ISIS Kabur dari Kamp Ayn Issa
“Pasukan khusus Inggris kini telah ditempatkan dalam posisi siaga. SAS akan menangkap atau membunuh anggota asing ISIS asal Inggris, Eropa, maupun negara lainnya, yang dianggap menjadi ancaman,” tambah sumber.
Sebuah pernyataan yang dibagikan oleh pemerintah Kurdi mengungkap bahwa “tentara bayaran” telah menyerang kamp penahanan di Ain Issa dengan “elemen Daesh” sebelum menyerang penjaga dan membuka gerbang, demikian dilaporkan Daily Mail.
Di antara para ekstremis asing ISIS yang kabur, diyakini terdapat anggota asal Inggris, Tooba Gondal, yang dikenal sebagai perekrut pelaku pemboman ISIS.
Dia ditahan di kamp penahanan di Suriah utara bersama dua anaknya, setelah ditangkap saat hendak menuju Turki usai kejatuhan benteng ISIS di Baghouz.
Pasukan Inggris disebut siap mengerahkan tim dalam delapan helikopter atau kendaraan dalam beberapa hari ke depan jika ancaman dari para tahanan asing ISIS yang kabur massal semakin jelas.
Langkah menyiagakan pasukan khusus itu setelah para perwira intelijen memperingatkan pemerintah akan potensi “sejumlah besar” anggota ISIS asal Inggris yang berbahaya dapat bebas dari kamp penahanan dalam beberapa pekan ke depan.
Situasi krisis di Suriah telah meningkat pekan lalu setelah Turki memulai operasi militer di perbatasan timur laut negara itu dan menargetkan milisi Kurdi, yang dianggap sebagai teroris.
Operasi dengan nama “Peace Spring” itu dimulai menyusul keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menarik pasukan AS dari Suriah.
Keputusan Trump itu memicu kekhawatiran bahwa perang baru dapat terjadi di kawasan itu, memicu konflik yang melibatkan Turki, ISIS, dan Kurdi.
Intelijen Inggris meyakini anggota radikal ISIS bisa melarikan diri apabila penjaga Kurdi meninggalkan penjara yang menampung para ektremis itu setelah serangan oleh angkatan bersenjata Turki.
Sebelumnya, lima teroris ISIS juga dilaporkan telah meloloskan diri dari penjara yang dikendalikan Kurdi pada Jumat (11/10) pekan lalu setelah sebuah proyektil mendarat di halaman penjara.
Penjara Navkur, terletak di wilayah yang dikuasai Kurdi, sebelah barat kota Qamishli dan menjadi tempat menampung sejumlah anggota asing ISIS.
Namun serangan yang dilancarkan Turki menimbulkan kekhawatiran terhadap keamanan lebih dari dua lusin fasilitas tempat 10.000 anggota ISIS ditahan.