Bamako – Ketika Mali memulai tiga hari masa berkabung bagi 54 orang yang tewas dalam serangan teroris Islamic State (ISIS) minggu lalu, warga setempat menyampaikan kekhawatiran mereka tentang lonjakan aksi kekerasan.
Sementara itu sebagian analis menyerukan peningkatan intelijen dan kerja sama militer.
“Kita tidak bisa tinggal diam setiap hari ketika orang-orang menyerang kamp-kamp kami, membunuh puluhan atau bahkan ratusan tentara,” ujar aktivis Dr. Abdoul Kane Diallo tentang serangan pada Jumat (1/11) pekan lalu terhadap sebuah pos militer di bagian timur laut Mali.
Dia sangat marah karena meski pihak otoritas telah diberi informasi tentang kemungkinan serangan itu, “tidak ada bala bantuan yang datang, dan hal ini sangat mengejutkan.”
Menurut sumber-sumber lokal, sejumlah teroris sudah menyusup ke daerah itu beberapa hari sebelumnya. Pada Jumat itu mereka diduga merebut sebuah truk pasokan militer, membunuh supirnya, memuat truk dengan bahan peledak dan mengendarainya hingga ke dalam kamp. Tentara penjaga kamp tidak curiga karena sudah mengenal truk tersebut dan membiarkannya masuk sehingga menimbulkan banyak korban.