Jakarta – Pasca-insiden serangan bom beruntun di Sri Lanka, Polri melanjutkan pemetaan atau mapping jaringan sel tidur teroris di Indonesia.
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo menuturkan pemetaan tersebut untuk mengantisipasi setiap pergerakan kelompok teroris, termasuk kelompok yang terafiliasi dengan ISIS.
“Polri sudah laksanakan mapping dan profiling sleeping-sleeping cell di seluruh wilayah Indonesia dengan terus me-monitoring pergerakan kelompok tersebut,” kata Dedi saat dikonfirmasi, Rabu (24/4).
Dedi menuturkan sejumlah teroris yang ditangkap beberapa waktu belakangan ini, menjadi salah satu bentuk upaya antisipasi dan mencegah terjadinya serangan dari kelompok teroris.
“Penangkapan kelompok teroris jaringan Lampung, Sibolga, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DIY, Riau adalah langkah-langkah preventif strike berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 dalam rangka mitigasi rencana aksi-aksi kelompok JAD yang berafiliasi ke ISIS,” tuturnya.
Lebih lanjut, jenderal bintang satu itu mengungkapkan situasi keamanan di Indonesia sejauh ini masih kondusif. Selain itu, juga belum terlihat peningkatan pergerakan dari kelompok teroris.
Meski begitu, kata Dedi, Polri terus melakukan berbagai langkah antisipasi agar aksi teror tidak terjadi.
“Enggak ada, landai-landai [aksi] tapi tetap diantisipasi,” ujar Dedi.
Sebelumnya, serangan bom beruntun terjadi di delapan tempat berbeda di Sri Lanka pada Minggu (21/4). Akibat serangan bom tersebut, tercatat setidaknya 310 orang tewas.
Kelompok militan ISIS mengklaim bertanggung jawab atas delapan serangan bom beruntun tersebut.
“Mereka yang melakukan serangan dengan target anggota koalisi pimpinan Amerika Serikat dan umat Kristen di Sri Lanka kemarin lusa adalah militan kelompok ISIS,” demikian pernyataan yang dilansir dalam media propaganda ISIS, Amaq, sebagaimana dikutip AFP.
Namun, hingga kini belum ada konfirmasi kebenaran klaim ISIS ini. Pasalnya, selama ini ISIS kerap mengklaim sepihak sejumlah serangan mematikan di berbagai penjuru dunia, tetapi di kemudian hari, klaim itu terbukti salah.
Di sisi lain, Menteri Pertahanan Sri Lanka, Ruwan Wijewardene mengatakan bahwa berdasarkan investigasi awal, rangkaian serangan di negaranya itu diduga merupakan bentuk balas dendam atas serangan teror di Christchurch, Selandia Baru.