Strasbourg – Parlemen Uni Eropa menyerukan agar Badan Kontra-Terorisme Uni Eropa meninjau ulang daftar nama pencegahan radikalisasi yang berisi 20.000 nama. Seruan ini menjadi sikap Parlemen Uni Eropa terkait aksi teror di Supermarket Super U di Kota Trebes, Prancis, akhir pekan bulan lalu.
Sekadar mengingatkan, aksi terorisme di Kota Trebes ketika itu dilakukan pelaku yang mengaku sebagai loyalis kelompok Islamic State atau ISIS. Dalam aksi yang disertai penyanderaan dan rentetan tembakan itu empat orang tewas termasuk pelaku.
“Kami minta Konta-Terorisme Uni Eropa meninjau ulang daftar nama orang yang masuk golongan rentan melakukan tindak radikalisme. Kejadian teror di sebuah kota kecil di Trebes adalah bukti daftar nama tersebut belum efektif sebagai upaya pencegahan,” jelas Presiden Alliance of Liberals and Democrats for Europe (ALDE) dari Komisi Khusus Teror, Nathalie Griesbeck di sela-sela konferensi Parlemen Uni Eropa dengan Kontra-Terorisme Uni Eropa di Strasbourg, Prancis, beberapa waktu lalu.
“Harus dipikirkan lagi prinsip dasar dari daftar tersebut. Harus diselaraskan lagi dan dibuat kategori sesuai dengan tingkat bahaya orang-orang yang ada dalam daftar,” tambahnya dikutip dari Euronews.
Dikatakan, pelaku teror di Trebes diketahui sudah masuk daftar khusus dan pada tahun 2010 telah dihukum karena tindak kekerasan. Dua tahun berikutnya kembali ditangkap karena perdagangan narkoba dan pada tahun 2018 kembali berulah dengan membawa senjata api tanpa izin dan melakukan aksi terror.
“Dalam rentang waktu 2010 sampai 2018 pelaku teror di Trebes sudah tiga kali berulah dengan persoalan berbeda. Tapi sayangnya tak ada catatan khusus tingkat kewaspadaan dan bahaya terhadap nama tersebut di daftar,” jelas Nathalie.
Pada kesempatan yang sama, anggota Senat Prancis dari Departemen Orne, Nathalie Goulet, menambahkan kejahatan masa lalu juga tidak bisa secara akurat menunjukkan kapan seorang teroris akan menyerang.
“Mungkin ada individu yang lebih berbahaya dari pada nama dalam daftar sehingga tak jadi perhatian polisi. Karena itulah kami minta agar daftar nama tersebut ditinjau ulang,” katanya.
“Faktor orang dengan potensi berbahaya harus terus dievaluasi sebagai bentuk kontrol. Karena jujur saja, sangat sulit untuk melacak 20.000 nama secara detil guna mencegah terjadinya radikalisasi,” tegas Nathalie Goulet.