Para Tokoh Bangsa Berharap Keutuhan Bangsa Tetap Terjaga saat Transisi
Kepemimpinan 2024

Jakarta – Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa
(GNB) berharap keutuhan bangsa tetap terjaga saat terjadi transisi
kepemimpinan negara pada tahun 2024. Untuk itu, seluruh kontestan
Pemilu dan Pilpres 2024 juga seluruh anak bangsa diajak untuk
mengedepankan persatuan, kesatuan, dan perdamaian, pada pesta
demokrasi lima tahunan ini.

Pernyataan tokoh GNB itu diungkapkan saat menemui Wakil Presiden
Republik Indonesia (Wapres RI) KH Ma’ruf Amin di Istana Wakil
Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (11/1/2024). Para
tokoh yang terdiri dari Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Quraish
Shihab, Sayyid Muhammad Hilal Al Aidid, Lukman Hakim Saifuddin,
Karlina Rohima Supelli, Makarim Wibisono, Kardinal Suharyo, Pendeta
Gomar Gultom, dan Alissa Wahid.

Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Safuddin mengatakan bahwa pemilu
sebagai sebuah agenda politik yang berlangsung secara periodik dan
merupakan keniscayaan dari proses demokrasi itu sendiri, memang tidak
dapat dihindarkan dari melahirkan banyak polarisasi yang berpotensi
mengancam keutuhan bangsa.

“Jadi, kami semua ini bertemu pada titik temu yang sama, yaitu
komitmen agar bangsa ini di tengah kemajemukan yang beragam ini tetap
utuh, bisa tetap terjaga, terawat, terpelihara dengan baik. Karena
inilah yang diwariskan oleh para pendahulu-pendahulu kami,” ujar
Lukman Hakim dikutip dari laman NU Online.

Ia berharap seluruh anak bangsa sadar bahwa keutuhan bangsa perlu
dijaga dengan cara lebih menekankan nilai-nilai, nilai moral, nilai
etika, asas-asas kepantasan, kepatutan, serta senantiasa menggunakan
akal sehat dan hati yang bersih.

Menurutnya, akal sehat dan hati bersih bukan untuk dipisahkan, apalagi
diperhadapkan atau dibentur-benturkan, melainkan merupakan satu
kesatuan yang harus digunakan secara bersamaan, yaitu akal sehat dan
hati yang bersih.

“Itu tidak hanya bagi seluruh anak bangsa, tetapi juga khususnya bagi
penyelenggara negara yang mendapatkan amanah untuk bisa menegakkan
keadilan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bersama,” jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Uskup Agung Jakarta, Kardinal
Suharyo. Ia mengatakan bahwa yang paling penting adalah menjaga,
merawat, dan mengembangkan kebersatuan.

Jika melihat sejarah, imbuh Kardinal Suharyo, Indonesia dijajah oleh
Belanda selama 350 tahun. Hal yang mengakibatkan ketidakmerdekaan itu
karena negara ini dipisahkan dan dibelah-belah. Hingga pada tahun
1928, dengan Sumpah Pemuda, semangat satu nusa, satu bangsa, satu
bahasa berhasil menyatukan yang beragam menjadi satu. Kemudian, 17
tahun setelahnya, dilakukan Proklamasi Kemerdekaan.

“Menurut saya, Proklamasi Kemerdekaan itu sangat dahsyat dan sangat
simbolik. Ketika kita sungguh-sungguh bersatu, lalu apapun yang ada di
depan kita sebagai tantangan bisa diatasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa situasi di mana pun tidak pernah
ideal, tidak ada situasi yang sempurna. Oleh karena itu, ketika
menghadapi situasi seperti yang dialami bangsa kita saat ini, apapun
yang terjadi, baik atau buruk, dengan berbagai macam peristiwa,
terutama yang berkaitan dengan pemilihan umum, penting untuk menjaga
kesatuan.

Ia menilai, modal dasar dari bangsa kita adalah kebersamaan, yang
harus dirawat dan dikembangkan dalam keadaan apapun juga, dalam
konteks apapun juga.

“Ada banyak hal yang tidak baik-baik saja, tetapi tantangannya bagi
bangsa Indonesia justru itu, ketika keadaan tidak baik-baik saja, yang
paling pokok dipertahankan, diusahakan, dan dikembangkan adalah
persatuan dan kesatuan Indonesia,” pungkasnya