Pantau Jaringan Teror di Permukaan, BNPT Terus Patroli Siber Pantau Medsos Penyebar Ideologi Terorisme

Pantau Jaringan Teror di Permukaan, BNPT Terus Patroli Siber Pantau Medsos Penyebar Ideologi Terorisme

Jakarta – Kelompok radikal terorisme di Indonesia terus dipantau
keberadaanya baik di dunia nyata maupun dunia maya. Pasalnya, gerakan
kelompok tersebut sekarang banyak bergerilya di dunia maya terutama
media sosial.

Fakta itulah yang membuat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) RI terus melakukan patroli siber untuk memantau media sosial
yang digunakan dalam menyebarkan ideologi terorisme.

Kepala Bagian Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Teknologi Informasi BNPT
RI Kolonel Sus. Tjandra Sulistiyono mengatakan dalam era perkembangan
zaman saat ini, para penyebar paham terorisme cenderung menggunakan
media sosial untuk menyebarkan ideologinya.

“BNPT terus memantau jaringan yang ada di bawah permukaan dan patroli
siber dalam hal ini,” ujar Tjandra di Jakarta, Selasa (14/5/2024).

Berbagai upaya tersebut, kata dia, dilakukan bekerja sama dengan
kementerian/lembaga (K/L) terkait dalam penanggulangan terorisme.

Menurut Tjandra, pergerakan jaringan terorisme ibarat gunung es, yakni
di atas terlihat tenang atau beku, namun pergerakan jaringan di bawah
permukaan tidak pernah berhenti.

Adapun, salah satu jenis pergerakan jaringan di bawah permukaan yang
dimaksud, yaitu penyebaran paham terorisme melalui media sosial, yang
banyak digunakan oleh anak muda saat ini.

Sepanjang 2023, BNPT RI menemukan sebanyak 2.670 konten digital
bermuatan radikalisme dan terorisme atau IRET (Intoleransi,
Radikalisme, Ekstremisme, Terorisme). Dari 2.670 konten digital
radikalisme dan terorisme yang ditemukan, sebanyak 1.922 konten telah
diusulkan untuk dihapus atau take down. Sebagian besar konten digital
bermuatan IRET tersebut terdapat di media sosial Facebook dan
Instagram.

Tercatat, potensi terpapar radikalisme dan terorisme juga lebih tinggi
terdapat pada wanita, generasi muda, khususnya gen-Z, serta mereka
yang aktif di internet.

BNPT menilai ketiga pihak itu rentan terkena paham ideologi terorisme
karena strategi propaganda paham radikal terorisme berganti, dari
awalnya menggunakan pendekatan keras atau hard approach secara
langsung, kini menjadi pendekatan lunak alias soft approach di
berbagai platform media daring.

Kendati demikian sepanjang tahun lalu, terdapat nol kasus serangan
teror dengan kekerasan oleh jaringan terorisme di Indonesia.