Jakarta – Anggota Pansus Rancangan Undang-Undang (RUU) Antiterorisme dari Fraksi Hanura, Dossy Iskandar menegaskan bahwa RUU tersebut lebih menekankan penangkalan dini. Upaya pencegahan dini dinilai lebih penting ketimbang penanganan aksi terorisme yang telah terjadi.
Menurutnya, pansus RUU Antiterorisme akan merumuskan bagaimana upaya pencegahan itu. Itu harus ada normanya dalam UU Antiterorisme ini. Hanya persoalannya sekarang konstruksi hukum apa yang akan dirumuskan sebagai norma di dalam RUU ini.
“Norma pencegahan tersebut, harus memperhatikan masalah HAM dan aturan penegakan hukum. Namun, pansus belum masuk pada pembahasan norma tersebut. Pembahasan memang belum masuk ke sana, tapi di RUU ini akan dipertegas kembali seperti apa aturan pencegahannya,” kata Dossy Iskandar kepada wartawan, Selasa (4/7/2017).
Hal serupa juga diungkapkan Nasir Djamil, anggota pansus revisi RUU Antiteroris dari Fraksi PKS. Menurutnya, pembahasan RUU yang ditarget selesai November 2017 ini, ada upaya untuk mengatur pencegahan. Upaya pencegahan dilakukan melalui preventive detention sehingga seseorang bisa ditahan sambil menunggu proses hukum.
“Upaya pencegahan lainnya ialah melalui program deradikalisasi dan sosialisasi. Dalam RUU ini memang ada upaya membawa seseorang guna diperiksa jika diduga bagian dari jaringan terorisme. Begitu juga kegiatan paramiliter yang dicurigai sebagai bagian dari kelompok teroris. Tapi, jika tak hati-hati dirumuskan, implementasinya dikhawatirkan abuse,” pungkas Nasir Djamil.