Jakarta – Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (Panja RUU) Terorisme diminta fokus untuk membahas pada pembahasan pencegahan terjadinya terorisme. Bukan membahas kompensasi yang diberikan kepada korban terorisme. Pemberian kompensasi kepada korban terorisme itu bisa dibicarakan di tempat terpisah dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum dan HAM).
Hal itu dikatakan Wenny Warouw yang melakukan interupsi di tengah rapat yang diakukan Panja RUU dengan Kemenkum dan HAM. Dia memintakepada ketua Panja RUU, Muhammad Syafi’i agar rapat tersebut berfokus pada pembahasan pencegahan terjadinya terorisme. “Kita ini membahas uji pencegahan terorisme, bukan ganti rugi korban,” kata Wenny dalam rapat Panja RUU Terorisme di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Menanggapi pernyataan Wenny Warouw, Muhammadf Syafi’i mengatakan, soal pencegahan dan pelaku terorisme sudah dibahas pada rapat sebelumnya. “Pencegahan dan pelaku terorisme sudah selesai kita bahas di rapat sebelumnya. Saat ini yang dibahasa adalah temtang korban dari perbuatan terorisme,” jelasnya.
Syafi’i menyebut rapat Panja kali ini akan berjalan tanpa debat. Pembahasan soal kompensasi tersebut diselingi dengan tawa dan minim debat. “Yang menarik dalam rapat Panja ini nggak ada perdebatan karena semua memikirkan bangsa dan negara maka kemudian kita turun rembuk saja gimana bunyi pasalnya,” tuturnya.
Dikatakan, kompensasi dan rehabilitasi bagi korban terorisme dapat diberikan kepada korban langsung maupun tidak langsung. “Ada korban langsung dan tidak langsung. Korban langsung ya mereka yang terkena, korban tidak langsung adalah mereka yang kemudian tidak bisa mendapatkan hak-haknya karena tulang punggung keluarga sudah menjadi korban,” jelas Syafi’i.
Permintaan penanganan terhadap medis itu dilakukan sesaat setelah seseorang menjadi korban, jadi tidak menunggu waktu. Kompensasi tersebut, dapat segera diberikan setelah keputusan persidangan tingkat pertama. Kompensasi, dapat diajukan melalui penyidik dan langsung dieksekusi setelah keputusan pengadilan tingkat pertama. Jadi tidak perlu menunggu kasasi, PK (peninjauan kembali).
Dijelaskan, ada kemajuan dalam mekanisme pengajuan kompensasi itu. Pengajuan tersebut dapat diajukan oleh pihak keluarga korban ataupun lembaga yang ditunjuk oleh pihak korban atau ahli waris lainnya. Kalau karena sesuatu hal kemudian korban ini tidak ada keberanian atau mungkin tidak ada pengetahuan untuk mengajukan klaim, UU memerintahkan kepada lembaga yang memiliki tugas melindungi korban untuk memohonkan klaim itu.
Pengajuan tersebut, dapat dilakukan kepada lembaga apa pun yang bertugas melindungi korban. Jadi tidak hanya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saja. Bisa ke LPSK, karena kita tidak menunjuk. Tapi semua badan yang bertugas melindungi korban dan saksi punya hak atas nama korban yang belum untuk mengajukan klaim itu kepada pemerintah karena garis besarnya korban terorisme adalah tanggung jawab negara.