Panja DPR RI Tunda Pembahasan Definisi Terorisme

Jakarta – Keinginan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo agar definisi teroris sebagai kejahatan terhadap negara dalam pembahasan revisi UU Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sudah diakomodasi. Hal itu diungkapkan Muhammad Syafi’i, Ketua Panitia Kerja (Panja) DPR RI yang membahas revisi UU Nomor 3 Tahun 2003 tersebut.

Dikatakan, ada 172 rancangan definisi terorisme yang masuk usulan pembahasan. Panja akan melihat rangkaian pasal pembahasan terlebih dulu, kemudian diformulasikan ke dalam satu definisi terorisme. Ada di dalam konsideran yang diakomodir dan disepakati seluruh peserta bahwa selain ancaman kepada keamanan ketertiban, teroris juga kejahatan terhadap negara.

“Panja revisi UU Terorisme memang belum menyepakati secara tegas mengenai definisi terorisme. Ada banyak perdebatan selama pembahasan mengenai definisi terorisme dan tindak pidana terorisme. Karena begitu besar tarik-menariknya, pembahasan ditunda dulu setelah seluruh pasal dibahas,” kata Muhammad Syafi’i dalam diskusi ‘Pancasila, Terorisme, dan Proxy War’ di Jakarta, Rabu (14/6/2017).

Dijelaskan, Panja juga ingin memisahkan istilah terorisme dengan agama. Sebagian besar anggota Panja berpendapat terorisme tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama apa pun. “Kita ingin memisahkan teroris dalam ranah agama apa pun. Kita ingin tindak pidana terorisme juga tidak terkait agama apa pun,” tegasnya.

Politisi partai Gerindra itu menilai tidak elok apabila peristiwa terorisme disematkan kepada agama. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, justru akan mengancam konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Ada isu-isu anti-Pancasila, intoleran, radikalisme, ini lagi-lagi dialamatkan ke Islam,” kata Muhammad Syafi’i. “Ini akan sangat berbahaya jika ada stigmatisasi pada kelompok Islam, tidak Pancasilais, radikal, intoleran, apalagi dengan isu-isu terorisme ini,” lanjutnya.

Dia juga menyatakan bahwa penanganan terorisme harus dilakukan secara utuh. Ada tiga spirit yang mendasari pembahasan RUU Terorisme, yaitu spirit penegakan hukum, penghormatan HAM, dan pemberantasan terorisme. “Spirit penegakan hukum, penghormatan HAM, dan baru di atasnya dibangun spirit pemberantasan terorisme,” pungkasnya.