Jakarta – Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf mengaku sangat heran dengan molornya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme. Panitia Kerja (Panja) DPR RI yang menangani RUU tersebut sudah menghabiskan waktu selama satu setengah tahun untuk membahasnya. “Saya harap RUU Terorisme itu selesai dibahas sebelum tahun berganti,” tegasnya.
Dikatakan, memang banyak pihak yang memahami kesulitan anggota dewan yang tergabung dengan panja untuk membahas RUU Terorisme itu. Apalagi ada perwakilan dari pemerintah yang orangnya sering berganti. Semua itu akan menimbulkan masalah perpanjangan waktu, karena orang baru yang ditempatkan pemerintah dalam pembahasan RUU Terorisme itu, tentu butuh waktu mempelajari draft RUU yang sudah ada.
Juga banyak faktor yang membuat pembahasan RUU Terorisme itu menjadi molor. Bukan hanya persoalan faktor kesibukan, tetapi juga substansi RUU yang memang sensitif. Sebab jika kemudian salah mengaturnya dia bisa menabrak soal-soal hak asasi manusia. Semua itu harus diperhatikan oleh semua pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU tersebut.
“Meski di tengah rumitnya untuk merumuskan RUU antiterorisme, saya optimistis Panja DPR RI yang membahas RUU Terorisme bisa menyelesaikannya dalam waktu dekat. Apalagi Panja sudah mengatakan bahwa paling lambat Desember 2017 RUU Terorisme itu sudah selesai dibahas,” kata Al Araf dalam diskusi bertema ‘Nasib RUU Terorisme?’ di Gedung DPR, Rabu (4/10/2017).
Menurutnya, isu yang spesifik menjadi perdebatan dan sekarang mungkin nampaknya akan menjadi polemik terkait dengan peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Juga mengenai pelibatan Tentara Nasional Indonesia dan kompensasi kepada korban terorisme yang tidak berdosa.
Seperti dikatakan Ketua Panja RUU Terorisme, Muhammad Syafi’i, pembahasan soal kompensasi berlangsung mulus. Dalam rapat Panja ini nggak ada perdebatan karena semua memikirkan bangsa dan negara maka kemudian kita turun rembuk saja gimana bunyi pasalnya. Kompensasi dan rehabilitasi bagi korban terorisme dapat diberikan kepada korban langsung maupun tidak langsung.
“Ada korban langsung dan tidak langsung. Korban langsung ya mereka yang terkena, korban tidak langsung adalah mereka yang kemudian tidak bisa mendapatkan hak-haknya karena tulang punggung keluarga sudah menjadi korban. Permintaan penanganan terhadap medis itu dilakukan sesaat setelah seseorang menjadi korban, jadi tidak menunggu waktu,” jelasnya.
Kompensasi tersebut, dapat segera diberikan setelah keputusan persidangan tingkat pertama. Kompensasi, dapat diajukan melalui penyidik dan langsung dieksekusi setelah keputusan pengadilan tingkat pertama. Jadi tidak perlu menunggu kasasi, PK (peninjauan kembali). Pengajuan kompensasi dapat diajukan oleh pihak keluarga korban ataupun lembaga yang ditunjuk oleh pihak korban atau ahli waris lainnya.