Jakarta – Di tengah fenomena ancaman terorisme yang beragam bentuk aksi teror terhadap obyek vital nasional (obvitnas) yang terus meningkat, negara sejatinya membutuhkan sistem keamanan terhadap obvitnas. Sistem keamanan tersebut diharapkan mampu mengantisipasi aksi dan mengurangi dampaknya, baik korban jiwa, kerugian materiil maupun gangguan pada stabilitas politik, keamanan, perekonomian nasional dan kepercayaan dunia internasional.
Hal ini dikatakan Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigken Pol. Herwan Chaidir dalam sambutannya saat membuka Focus Group Discussion (FGD) ke II Penyusunan Buku Panduan Sistem Keamanan Objek Vital Nasional Sub bidang Minyak dan Gas Bumi dalam Menghadapi Ancaman Terorisme Tahun Anggaran 2018 di Hotel Aston Priority, Jakarta, Kamis (26/4/2018)..
“Di titik inilah strategisnya peran BNPT dalam membantu Presiden dalam mengambil keputusan terkait terorisme dengan menyusun kebijakan dan strategi, melaksanakan program nasional, mengkoordinasikan instansi terkait dan menjadi pusat pengendali krisis saat terjadi aksi terorisme,” ujar Brigjen Pol. Herwan Chaidir.
Lebih lanjut alumni Akpol tahun 1987 ini mengatakan, hal tersebut tentunya sangat sejalan dengan salah satu tugas dan fungsi BNPT itu sendiri, yakni memberikan perlindungan terhadap sarana transportasi, obyek vital dan ruang publik tertentu dari kemungkinan aksi terorisme.
“Dalam pelaksanaan salah satu ugas pokok dan fungsi itulah BNPT menyiapkan buku panduan tersebut guna mempermudah pelaksanaannya serta untuk melengkapi sebagai acuan/panduan yang mempermudah para stakeholders terkait dan petugas keamanan di lapangan melaksanakannya,” ujar mantan Kabid Pencegahan Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Teror Polri ini.
Dikatakan Brigjen Herwan, terorisme sendiri adalah tindak pidana yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas. Dimana dalam aksi teror itu telah menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital nasional yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
“Jadi buku pedoman ini memuat penjelasan tentang peristiwa terorisme yang terjadi di Indonesia dan pedoman-pedoman pengamanan obvitnas minyak dan gas bumi seperti, komponen standar pengamanan, identifikasi ancaman, pelaksanaan patroli, perencanaan pencarian, perencanaan evakuasi, mengenal gerak gerik kelompok teroris sebelum melakukan aksi dan tindakan menerima ancaman bom melalui telepon,” tuturnya.
Menurut pria kelahiran Palembang, 7 Oktober 1963 ini, buku panduan ini disusun setelah mencermati situasi dan kondisi sistem keamanan obvitnas sub-bidang minyak dan gas bumi, assessment dan observasi lapangan untuk mendapatkan data dan informasi aktual dan faktual penyelenggaraan sistem keamanannya.
“Sesuai harapan kami, buku panduan ini memuat saran perlindungan keamanan bagi obvitnas terutama terhadap fasilitas minyak dan gas bumi untuk membantu mengurangi risiko serangan teroris dan membatasi kerusakan dan dampaknya,” ujarnya.
.
Dengan demikian menurutnya akan terwujudnya suatu kesimbangan antara keamanan dan keselamatan kerja karena karyawan dan seluruh Sumber Daya Manusia (SDM)-nya merasa terlindungi dalam melaksanakan pekerjaan, tugas dan tanggung jawabnya.
“Di samping itu, khusus bagi pihak yang bertanggungjawab dalam soal keamanan, mereka terbantu dalam menjamin tersedianya langkah-langkah perlindungan keamanan yang optimal untuk mengurangi risiko ancaman terorisme,” ujar mantan Kasubden Bantuan Densus 88/Anti Teror Polri ini mengakhiri.
Seperti diketahui, FGD II ini dihadiri para stakeholder yang terkait dengan pengamanan Objek Vital Nasional khususnya dalam bidang Minyak dan Gas Bumi seperti dari Perusahaan Migas, Obyek Vital Baharkam Polri, TNI-A dan berbagai pihak lainnya.