Baghdad – Kelompok militan ISIS di Irak diyakini sedang memanfaatkan karantina massal, penarikan mundur pasukan barat dan kisruh politik di Baghdad untuk menyiapkan serangan maut, hal tersebut disampaikan oleh analis dan perwira dinas intelijen Irak.
Serangan paling berdarah sejauh ini terjadi Sabtu (2/5) silam. Setidaknya sepuluh serdadu Irak meregang nyawa di tangan militan ISIS. Insiden di utara Baghdad itu dinilai mendemonstrasikan taktik baru ISIS untuk memperkuat eskalasi konflik.
Irak sudah mendeklarasikan kekalahan ISIS akhir tahun 2017 lalu. Namun sejumlah sel tidur bertahan hidup di utara dan barat Irak. Di kedua wilayah terpencil itu ISIS masih melancarkan serangan teror.
Gelombang teror memuncak awal April. Gerilyawan ISIS dilaporkan menembaki patroli polisi, melancarkan serangan mortir ke pemukiman penduduk dan menaruh bom di sejumlah tempat, tutur seorang warga lokal.
“Operasinya sudah memasuki level baru yang belum pernah kita saksikan untuk waktu lama,” kata analis keamanan Irak, Hisahal´m-Hashemi, dikutip AFP, Selasa (5/5).
Menurutnya gerilyawan ISIS bersembunyi di desa-desa hantu untuk melancarkan serangan ke kawasan urban. Desa-desa semacam itu bermunculan karena ditinggal penduduk yang melarikan diri dari perang.
Hisham meyakini sel-sel ISIS saat ini sedang berusaha mencari sumber dana baru, sembari membangun ulang rute penyelundupan dan tempat persembunyian. Mereka juga dilaporkan membidik infrastruktur lokal untuk memicu rasa panik.