Jakarta – Indonesia adalah negara multi etnis, agama, ras dan golongan. Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan kemajemukan budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Pancasila adalah ideologi yang bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia yang sudah terbukti mampu menyatukan dan mendamaikan berbagai kemajemukan itu di Bumi Pertiwi.
“Dengan kekuatan kearifan lokal itu, Pancasila mampu menyelamatkan bangsa Indonesia dari berbagai gangguan dan ancaman perpecahan,” ujar Dosen Pasca Sarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Prof. Dr. Bambang Widodo Umar, di Jakarta, Selasa ( 26/9/2017).
Dikatakannya, Pancasila sebagai ideologi negara telah mengakomodasi kearifan lokal yang hidup di nusantara seperti gotong royong, adat istiadat, silaturahmi, dan lain-lain. Itu terdapat dalam sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“NKRI ini tetap berlangsung dan berjalan harmonis karena kekuatan dari nilai-nilai Pancasila itu. Maka pemahaman nilai Pancasila itu harus terus digalakkan, terutama kepada para generasi muda,” ujar Bambang.
Selain itu, pelestarian budaya, adat istiadat dan kearifan lokal lainnya oleh berbagai pihak, pemerintah dan masyarakat, yang didukung pula oleh ideologi negara, Pancasila dan Undang-undang 1945 sangat dibutuhkan saat ini dan di masa yang akan datang.
Dijelaskan Bambang, kearifan lokal itu sendiri tumbuh dari adat atau kelembagaan adat. Namun demikian menurutnya kelembagaan adat di Indonesia ini perlu di kodifikasi dan dibukukan peraturannya sehingga menjadi kitab perundang-undangan sehingga bisa menjadi hukum adat.
“Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan dan pandangan hidup. Kalau tidak dikodifikasi kearifan lokal itu akan hilang dan bisa digantikan budaya asing. Dan gelagat itu sudah mulai ada, sehingga penguatan kembali nilai Pancasila adalah cara terbaik untuk kembali menguatkan jatidiri bangsa ini dari berbagai gangguan dan ancaman ideologi asing,” papar,” kata alumni Akabri Kepolisian tahun 1971 ini.
Menurutnya, walaupun ada upaya pewarisan budaya, adat istiadat, bahasa dan kearifan lokal dari generasi ke generasi, tidak ada jaminan tetap kukuh dalam menghadapi globalisasi yang menawarkan gaya hidup yang makin pragmatis dan konsumtif.
Ia melihat bagaimana kearifan lokal yang sarat kebijakan dan filosofi hidup nyaris tidak terimplementasikan dalam praktik hidup yang makin pragmatis. “Fakta itu membuat perlu perlu adanya kerjasama antara segenap pihak, baik pemerintah dan masyarakat untuk merawat dan memperkuatnya,” alumni Pasca Sarjaja jurusan Sosiologi Universitas Padjajaran Bandung ini
Selain kearifan lokal, Indonesia juga memiliki banyak sumber alam dan sumber budaya yang beraneka ragam. Keragaman etnis yang ada di Indonesia sudah tentu mengandung dimensi multibudaya dan menjadi hal yang positif untuk menciptakan toleransi.
Menurutnya, walaupun ada upaya pewarisan budaya, adat istiadat, bahasa dan kearifan lokal dari generasi ke generasi, tidak ada jaminan tetap kukuh dalam menghadapi globalisasi yang menawarkan gaya hidup yang makin pragmatis dan konsumtif.
“Kita melihat bagaimana budaya dan kearifan lokal yang sarat kebijakan dan filosofi hidup nyaris tidak terimplementasikan dalam praktik hidup yang makin pragmatis, Perlu sebuah kerjasama yang baik antara segenap pihak, baik dari pemerintah dan juga masyarakat,” ujar kata pria yang dalam karir kepolisiannya pernah berhasil menggagalkan pembajakan pesawat Merpati Nusantara di Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta pada 4 April 1972 ini mengakhiri.