Jakarta – Kolaborasi nilai-nilai Pancasila dan bulan Ramadan akan sangat dahsyat untuk memerangi paham radikal terorisme. Karena itu langkah pemerintah mencanangkan Pekan Pancasila yang kebetulan jatuh bersamaan di bulan Ramadan dinilai tepat, untuk kembali memperkuat nilai kebangsaan dan keagamaan dalam menangkal ancaman terorisme dan segala bentuk intoleransi lainnya.
“Bulan Ramadan ini menjadi momentum terbaik untuk kembali mengingatkan anak bangsa tentang kekuatan nilai Pancasila dalam menyatukan berbagai keragaman yang ada di Indonesia. Apalagi faktanya kita memang tengah menghadapi ancaman nyata terorisme yang mengatasnamakan agama,” kata Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), Dr. Mohammad Kemal Dermawan, M.Si, Selasa (6/6/2017)
Menurut Kemal, bangsa Indonesia harus memperkuat pemahaman nilai Pancasila dan Ramadan yang diajarkan Islam, khususnya untuk meng-counter nilai-nilai agama yang diputarbalikkan oleh kelompok radikal. Masalah ini tidak bisa diserahkan ke pemerintah saja, dalam hal ini BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dalam mencegah radikalisme dan terorisme ini.
Dari unsur agama, kiai, ulama, dan guru agama harus terus menebarkan pesan damai untuk mencounter radikalisme dan sebagainya. Bukan malah berbicara yang justru menambah kisruh. Begitu juga aparat penegak hukum juga harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka tahu mana yang berpihak ke hukum atau berpihak ke radikal. Karena kadang-kadang hal tersebut malah dihambat pada persepsi perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) yang salah,
“Misalnya tidak memberikan perlindungan terhadap pendapat yang berbeda. Padahal pendapatnya tidak sembarang pendapat yang harus dilindungi. Harus ditegakkan pula kalau pendapatnya menghasut, pendapatnya radikal, pendapat yang mungkin subversif ya harus ditindak,” ujar pria yang juga staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UI ini.
Juga di sekolah sekolah, menurut Kemal juga harus diberikan bagaimana memberikan suatu nuansa yang tidak radikal terhadap murid-muridnya dengan memberikan contoh-contoh toleransi antar sesama dengan berbagai perbedaan seperti perbedaan suku, agama, ras dan budaya. Ini penting agar ada rasa saling melindungi antar sesama manusia dan agar bangsa Indonesia selalu bersatu agar tidak terpecah.
Kemal menegaskan, masyarakat juga harus mendukung jihad yang damai yang juga disertai penguatan nilai-nilai kebangsaan yaitu Pancasila dan nilai sosial Bhinneka Tunggal Ika. “Karena kelompok radikal itu sangat tidak memahami makna jihad sesungguhnya dan mereka tidak mengakui terhadap keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa kita yang cinta damai dan toleran seperti ini,” ujarnya.
Melihat kejadian bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu beberapa waktu lalu, Kemal mengingatkan bahwa ancaman terorisme di bulan Ramadan ini dirasanya masih cukup besar. Tentu semua harus tetap waspada karena masalah terorisme ini tidak bisa diduga kapan kejadiannya.
“Seperti di Filipina dan bahkan di Inggris. Meski mereka memiliki sistem keamanan yang ketat, tapi masih masih kecolongan oleh aksi terorisme. Bisa saja pada saat kita merasa resikonya kecil ternyata menjadi meledak. Jadi yang namanya terorisme itu selalu menjadi resiko yang tinggi. Apalagi jika ada momen-momen tertentu, itu yang harus menjadi pertimbangan kita semua,” tuturnya.
Menurutnya kelompok-kelompok radikal dalam melakukan aksinya mencari momen-momen yang tepat meski motivasi mereka dalam melakukan pergerakan secara umum sudah kita ketahui, misalnya perbedaan ideologi, termasuk sudah merambah kepada perbedaan terhadap pendirian negara atau khilafah.
“Itulah masalah-masalah yang berkembang yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal tersebut. Yang penting momen-momen yang dianggap oleh mereka tepat atau baik itu, kita semua ya harus tanggap seperti momen bulan Ramadan ini,” pungkasnya.