Pancasila Adalah ‘Pohon’ Bangsa Indonesia Yang Harus Dipupuk dan Dipelihara

Jakarta – Beberapa hari lagi atau tepatnya tanggal 1 Oktober, bangsa Indonesia akan memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Hari dimana Pancasila sebagai ideologi bangsa telah terbukti sebagai ‘pohon’ bangsa yang kokoh dan sakti dari berbagai gangguan selama 72 tahun berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kendati demikian, Pancasila harus selalu dipupuk dan dipelihara agar tetap tumbuh mengayomi NKRI di sepanjang masa.

“Perkembangan Pancasila itu seperti ‘pohon’ kehidupan Indonesia. Perjalanan bangsa ini dengan ideologi Pancasila tidak akan selamanya baik, bila tidak dirawat dan dipelihara. Karena itu melalui momentum Hari Kesaktian Pancasila, mari kita rawat dan kita amalkan Pancasila agar bangsa ini terus tumbuh baik dan kokoh,” kata Kepala Unit Kerja Presiden (UKP) Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif di Jakarta, Jumat (29/9/2017).

Yudi mengungkapkan bahwa Pancasila itu titik dimana segala kemajemukan Indonesia itu bersatu. Pancasila sebagai titik temu dan titik pijak dimana kebijakan negara, hukum, kebijakan nasional harus berlandaskan Pancasila. Pancasila juga sebagai titik tuju pemberi orientasi kemana bangsa ini akan diarahkan. Dengan demikian, bila nilai-nilai Pancasila itu tidak dibudayakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka negara majemuk seperti Indonesia dengan keanekaragamanan agama, ras, suku, partai, lapisan sosial, sampai kapan pun akan sulit mencari titik temu atau kesepahaman bagaimana ini negara ini kedepan.

Fakta itu, dinilai bukti pentingnya Pancasila bagi bangsa Indonesia. Dan itu sudah disadari oleh para pendiri bangsa saat menyepakati Pancasila sebagai dasar negara yang isinya gabungan dari nilai agama dan nilai luhur bangsa Indonesia. Untuk itu, Yudi mengajak seluruh bangsa untuk belajar dari perjalanan bangsa Indonesia, terutama apa yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, dimana banyak terjadi gangguan baik politik maupun sosial. Hal itu tidak lepas dari adanya sesuatu yang putus dalam pembelajaran dan pengamalan Pancasila di masa lalu. Ia menilai pada masa Orde Baru, penataran Pancasila itu sifatnya vertikal mengerucut pada peranan negara. Negara yang menaksir, negara yang mengambil inisiatif, negara yang menatar, sehingga seolah-olah Pancasila itu hanya kepentingan negara, sementara rakyat hanya diminta melaksanakan.

“Sekarang Pancasila tidak bisa lagi dikembangkan secara horizontal. Pancasila itu kepentingan kita semua. Negara majemuk seperti Indonesia kalau kita tidak sama-sama mengamalkan Pancasila akan rugi. Mari semua kita berperan merawat dan mengamalkan Pancasila,” jelasnya.

Selain itu, selama ini, negara hanya memikirkan pembangunan fisik sehingga pembangunan jiwa bangsa ini agak dilalaikan. Hal itulah yang kini banyak menimbulkan krisis kebangsaan. Menurutnya, membangun fisik seperti gedung, jembatan, dan lain-lain itu penting, tapi membangun jiwa bangsa ini juga tidak kalah penting. Gedung, jembatan bisa dirobohkan bila terjadi amuk massa. Namun dibalik itu, Yudi merasa gembira karena dibalik krisis itu, kesadaran masyarakat kepada Pancasila mulai bangun kembali. Ia berharap ini menjadi titik balik dalam membangkitkan nilai-nilai luhur Pancasila di tengah-tengah masyarakat menuju bangsa Indonesia yang kuat, bersatu, damai, adil, dan makmur.

“Pancasila sudah terbukti menyelamatkan kita dari berbagai ujian sejarah. Itulah titik keseimbangan Indonesia sebagai negara majemuk. Kita tidak perlu mencari ideologi lain. Marilah kita jalankan saja Pancasila secara sungguh-sungguh dan konsisten,” tukas Yudi Latif.