Jakarta – Pembinaan terhadap para narapidana tindak pidana kasus terorisme di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) tentunya sangat diperlukan. Hal ini agar di saat narapidana tersebut selesai menjalani masa pidananya diharapkan dapat kembali dengan baik di lingkungan masyarakat dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Apalagi kasus terorisme merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang memiliki faktor dan dimensi yang sangat kompleks terutama faktor motivasi ideologi.
Karena tidaklah mudah melakukan transformasi ideologi dan keyakinan ekstrim dengan menggunakan pendekatan pembinaan sebagaimana diterapkan pada narapidana umum lainnya. Untuk melakukan pendekatan tersebut maka peran para pamong atau wali pendamping bagi para narapidana yang ada di dalam Lapas sangat diperlukan
Untuk itulah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme melalui Subdit Bina Dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) pada Direktorat Deradikalisasi di Kedeputian I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementeraian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) menggelar Rapat Koordinasi Pelaksanaan Deradikalisasi dalam Lembaga Pemasyarakatan tahun 2019. Acara tersebut digelar di Park Hotel, Jakarta, Rabu-Jumat (20-22 Februari 2019)
“Tentunya untuk melakukan dan menjalankan pembinaan terhadap narapidana kasus terorisme di dalam Lapas di tahun 2019 ini maka kita perlu melaksanakan rapat koordinasi pembentukan kelompok kerja pelkansanan Deradikalisasi. Yang mana nantinya para anggota kelompok kerja ini terdiri dari para Akademisi, Petugas Lapas dalam hal ini para pamong atau wali narapidana. Karena peran dari Pamong atau Wali ini sangat penting sekali dalam mendamping napi di dalam Lapas,” ujar Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, MA, disela-sela acara Rakor tersebut.
Lebih lanjut Direktur Deradikalisasi menjelaskan, kenapa pihaknya menggelar Rakor tersebut, hal ini dikarenakan sesuai amanah Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme, maka diperlukan untuk membentuk tim deradikalisasi atau Pokja yang nantinya akan dipercayakan kepada Pamong atau wali dari para narapidana.
“Karena para pamong atau wali inilah yang selama ini mereka sehari-harinya selama 24 jam mendampingi narapidana teroris tersebut di masing-masing Lapas. Tentunya tidak sanggup kalau Direktorat Deradikalisasi atau BNPT yang melakukan pendampingan terhadap narapidana itu sendiri,” katanya menjelaskan.
Hal ini dikarenakan pihak BNPT sangat terbatas dengan waktu dan juga terhadap tenaga Sumber Daya Manusia (SDM). “Tetapi dengan adanya para pamong atau wali-wali dari para narapidana ini maka dia nanti bisa melakukan secara langsung terhadap proses identifikasi maupun rehabilitasi terhadap para narapidana itu,” ujar Prof Irfan menjelaskan.
Agar para pamong dan wali tersebut dapat menjalankan tugasnya secara maksimal saat mendampingi napi tersebut maka pihaknya akan membekali para pamong atau wali tersebut dengan memberikan pelatihan agar kemampuan saat menjalankan tugasnya bisa terlaksana dengan baik yang akhirnya nanti napi tersebut bisa tersentuh hatinya.
“Dimana mereka kita latih menganai bagaimana wawancara, bagaimana mencari titik persamaan antara seorang wali atau pamong dengan seorang napi. Lalu bagaimana pamong atau wali ini bisa mendengarkan curhatan nya para napi tersebut. Lalu kita nanti melalui pamong dan wali juga memberikan pelatihan keterampilan terhadap napi tersebut dan kemudian terakhir kita bisa mengetahui ideologinya. Karena tidak mungkin ideologi di kedepankan duluan,” kata Prof Irfan .
Dikatakan Prof Irfan, pada Rakor ini pihaknya mengundang para Kepala Lapas (Kalapas) dan Pamong pamong atau wali napi dari Lapas yang ada di wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Dimana di Lapas-lapas tersebut ada warga binaan pemasyarakatan (WBP/Narapidana) dari kasus terorisme.
“Tentunya tidak di wilayah ini saja, karena kita tidak bisa melaksanakan secara serempak. Maka Direktorat Deradikalsiasi nanti juga akan mengelar acara serupa di tiga tempat lainnya dari empat titik yaitu Jakarta yang sekarang kita laksanakan dan tempat lainnya seperti Surabaya, Palembang dan Makassar,” ujar Prof Irfan Idris.
Untuk itu dirinya berharap dari sebanyak 94 Lapas selaku Unit Pelaksana Teknik (UPT) ini yang mana di dalamnya terdapat 590-an narapidana teroris ini bisa dilaksanakan empat (4) tahapan deradikalisasi sesuai undang-undang nomor 5 tahun 2018
“Sehingga dapat terjalin komunikasi yang intensif mengenai perkembangan narapidana tindak pidana terorisme ini secara berkala,” ujarnya mengakhiri
Sementara dalam kesempatan Rakor tersebut Direktur Pembinaan Narapidana Permasyarakatan dan Latihan Kerja Produksi pada Ditjen PAS Drs. Harun Sulianto, Bc.IP, S.H., M.Si mengatakan bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang No.5 tahun 2018 tentang Pennggulangan Terorisme tersebut maka diperlukan u sinergitas dalam penanganan program deradikalisasi untuk narapidana kasus terorisme ini.
“Rancangan Peraturan pemerintah untuk itu sedang disusun dan kita mengucapkan terima kasih sekali kepada BNPT yang sudah memfasilitasi pertemuan pembentukan kelompok kerja pamong dan Kalapas untuk wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat ini,” ujar Drs. Harun Sulianto, .
Mantan Kepala Lapas Pasir Putih Nusa kambangan ini mengatakan bahwa sampai saat ini jumlah napi kasus terorisme semakin banyak sehingga diperlukan upaya strategis peningkatan kualitas SDM bagi para pelaksana teknis di lingkungan Ditjen PAS.
“Tentunya tidak di wilayah ini saja, karena kita tidak bisa melaksanakan secara serempak. Maka Direktorat Deradikalsiasi nanti juga akan mengelar acara serupa di tiga tempat lainnya dari empat titik yaitu Jakarta yang sekarang kita laksanakan dan tempat lainnya seperti Surabaya, Palembang dan Makassar,” ujar Prof Irfan Idris.
Untuk itu dirinya berharap dari sebanyak 94 Lapas selaku Unit Pelaksana Teknik (UPT) ini yang mana di dalamnya terdapat 590-an narapidana teroris ini bisa dilaksanakan empat (4) tahapan deradikalisasi sesuai undang-undang nomor 5 tahun 2018
“Sehingga dapat terjalin komunikasi yang intensif mengenai perkembangan narapidana tindak pidana terorisme ini secara berkala,” ujarnya mengakhiri
Sementara dalam kesempatan Rakor tersebut Direktur Pembinaan Narapidana Permasyarakatan dan Latihan Kerja Produksi pada Ditjen PAS Drs. Harun Sulianto, Bc.IP, S.H., M.Si mengatakan bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang No.5 tahun 2018 tentang Pennggulangan Terorisme tersebut maka diperlukan u sinergitas dalam penanganan program deradikalisasi untuk narapidana kasus terorisme ini.
“Rancangan Peraturan pemerintah untuk itu sedang disusun dan kita mengucapkan terima kasih sekali kepada BNPT yang sudah memfasilitasi pertemuan pembentukan kelompok kerja pamong dan Kalapas untuk wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat ini,” ujar Drs. Harun Sulianto, .
Mantan Kepala Lapas Pasir Putih Nusa kambangan ini mengatakan bahwa sampai saat ini jumlah napi kasus terorisme semakin banyak sehingga diperlukan upaya strategis peningkatan kualitas SDM bagi para pelaksana teknis di lingkungan Ditjen PAS.
“Tentunya ini semua dalam rangka untuk menjalankan program pencegahan dan deradikalisasi untuk narapidana dan tahanan di Lapas ataupun Rumah Tahanan (Rutan) khususnya untuk kasus tindak pidana terorisme agar bisa melaksanakan dan membina napi tersebut dengan baik,” katanya mengakhiri.